Visitor's amount

AHLUSSUNNAH

Menerbarkan Dakwah Salaf, Ahlussunnah Wal Jama'ah

Kamis, 15 Oktober 2009

Peledakan demi peledakan... Inikah Jihad ??

Penulis: Redaksi Bulletin At Tauhid Edisi 125 Tahun II.

Peledakan demi peledakan terjadi di negeri kita. Yang satu belum terlupakan dan bekasnya masih ada, duh yang lain terjadi lagi. Terakhir masyarakat Indonesia Raya dikagetkan lagi oleh sebuah ledakan di Hotel JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 M.

Sebagian orang yang terpengaruh dengan paham Khawarij menyangka bahwa semua tindak teror tersebut adalah ibadah jihad yang mendapatkan ganjaran pahala yang amat besar di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Tapi, demikiankah jihad??!


Para pembaca yang budiman, apa yang dilakukan oleh para teroris tersebut bukanlah jihad sedikitpun!! Bahkan ia adalah sebuah bentuk pemberontakan kepada pemerintah muslim, dalam hal ini Bapak SBY –semoga Allah selalu memberinya petunjuk dan kekuatan-. Sedangkan pemberontakan kepada seorang pemerintah muslim adalah amat haram!!!

Kalian jangan tertipu dengan pengakuan batil mereka yang menyatakan bahwa perbuatan mereka adalah JIHAD, walaupun mereka menghiasi perbuatan batil mereka dengan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang JIHAD. Demikianlah kebiasaan buruk mereka dari zaman ke zaman, mereka senantiasa berdalih dengan ayat atau hadits, padahal ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut menjadi bumerang atas diri mereka yang tidak menempatkannya pada tempatnya. Sebab ayat-ayat atau hadits-hadits JIHAD menjelaskan bahwa jihad yang dimaksudkan adalah JIHAD bersama pemerintah dan atas izinnya, bukan kembali kepada ide dan hawa nafsu setiap orang, walaupun ia melantik dirinya sebagai "MUJAHIDIN"!!!

Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thohawiy-rahimahullah- berkata saat menyebutkan aqidah Ahlus Sunnah, "Haji, dan jihad akan terus berjalan bersama pemerintah dari kalangan kaum muslimin, yang baik maupun yang fajir sampai tegaknya hari kiamat, tak akan dibatalkan dan digugurkan oleh sesuatu apapun". [Lihat Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah (hal. 50)]

Para teroris menganggap perbuatan mereka merupakan perbaikan yang membawa kemaslahatan. Ini adalah sangkaan batil, sebab bagaimana mungkin suatu perusakan dikatakan perbaikan. Cukuplah kerusakan dari tindak jahat mereka tersebut, jauhnya manusia dari Islam, dan banyaknya persangkaan buruk kepada Islam beserta pemeluknya. Belum lagi akibat buruk lainnya, berupa sempitnya gerak dakwah Islam di berbagai tempat. Mereka inilah yang disebutkan oleh Allah -Azza wa Jalla- di dalam firman-Nya,

"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya dalam kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan membinasakan tanaman-tanaman dan binatang ternak. Sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah baginya neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya". (Al-Baqoroh : 204-206)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ahli Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam Abdur Rahman Ibn Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata, "Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa ucapan-ucapan yang muncul dari orang-orang, bukanlah dalil tentang kejujuran atau kedustaan, kebajikan atau kefajiran sampai ada perbuatan yang membenarkan ucapannya atau membersihkannya. Seyogyanya menguji kondisi orang-orang yang memberi kesaksian, para pejuang kebenaran, dan para pejuang kebatilan dari kalangan manusia dengan meneliti perbuatan-perbuatan mereka, memperhatikan korelasi-korelasi dari kondisi mereka, serta jangan tertipu dengan kecohan mereka, dan penyucian mereka terhadap diri mereka sendiri". [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman min Kalam Al-Mannan (hal. 94) oleh As-Sa'diy]

Seorang teroris (walaupun ia mengaku sebagai "mujahid") jika niatnya ingin melakukan perbaikan di muka bumi dengan tindak terornya, maka ucapannya tidak boleh kita benarkan begitu saja, sebab apa yang mereka lakukan bukanlah sesuatu yang benar, bahkan perbuatan batil. Mana ada dalil dalam Al-Qur’an atau Sunnah yang menyatakan bahwa jihad boleh dikumandangkan tanpa ada izin dari pemerintah muslim?! Mana hujjahnya (dalil) bahwa membunuh orang kafir mu’ahad atau musta’min atau kafir dzimmi adalah sesuatu yang dibenarkan?! Tolong datangkan dalilnya -wahai para teroris- bahwa jihad adalah membunuh kaum muslimin?!

Semua pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan mampu dijawab oleh kaum KHAWARIJ-TERORIS, kecuali mereka harus berdusta dan menipu kaum muslimin dengan silat lidah mereka yang licik.

Membunuh orang-orang kafir di luar medan jihad, dan tanpa ada izin dari pemerintah adalah perbuatan kezhaliman di sisi Allah, sebab perbuatan itu akan melahirkan kerusakan besar bagi kaum muslimin. Inilah yang pernah dikatakan oleh Allah -Azza wa Jalla- dalam firman-Nya,

“ Oleh Karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi". (QS. Al-Maa’idah: 32)

Inilah hukum yang Allah tetapkan bagi Bani Isra’il, suatu kaum yang suka membunuh manusia. Perlu diketahui bahwa hukuman dan ancaman dalam ayat ini tidak terkhusus bagi Bani Isra’il, tapi mencakup semua umat. Hanya saja Allah mengaitkan ayat ini dengan Bani Isra’il, karena mereka adalah kaum jahat yang amat gemar membunuh manusia, sampai para nabi-nabi pun mereka bunuh.

Ulama Negeri Yaman, Al-Imam Muhammad Ibn Ali Asy-Syaukaniy -rahimahullah- berkata, "Allah menyebutkan Bani Isra’il secara khusus, karena konteks ayat menyebutkan kejahatan-kejahatan mereka (Bani Isra’il); karena mereka umat pertama yang turun atasnya ancaman dalam hal pembunuhan jiwa. Lantaran itu, lahirlah kecaman keras atas mereka, karena seringnya mereka menumpahkan darah, dan seringnya membunuh para nabi". [Lihat Fath Al-Qodir (2/298)]

Jika orang-orang kafir tinggal bersama kaum muslimin (kafir dzimmi) atau masuk ke negeri kita (kafir mu’ahad atau musta’min) dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah kita, maka kita tidak boleh menzhalimi mereka dan menyakitinya, kecuali jika ia melakukan pelanggaran, maka ia diberi hukuman setimpal dengan perbuatannya. Namun hukuman tersebut tidak dilakukan oleh orang perorangan, tapi kembali kepada pemerintah.

Selain kafir harbi (yang memerangi kaum muslimin), orang-orang kafir tersebut di atas (kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’min) tidak boleh kita bunuh, dan tidak boleh pula dizhalimi. Inilah yang pernah dipraktekkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya -radhiyallahu anhum-. Kaum kafir di zaman Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- banyak yang keluar masuk ke negeri Madinah dan Makkah, tapi tak ada sejarahnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- membunuh atau menzhalimi mereka. Adapun kafir harbi atau kaum Yahudi (Bani Isra’il) yang suka membatalkan isi perjanjian, maka Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- memerangi mereka demi mencapai kemaslahatan dan menciptakan keamanan. Sebab mereka adalah kaum yang suka berbuat onar sebagaimana juga yang anda lihat sampai hari ini di Negeri Palestina –semoga Allah membersihkannya dari cengkeraman zhalim Bani Isra’il-.

Di dalam sebuah hadits, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda dalam menjelaskan bahwa orang-orang kafir (selain kafir harbi) tidak boleh dibunuh,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

" Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan 40 tahun " . [HR. Al-Bukhary dalam Shohih-nya (3166)]

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَدًا أَوْ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ingatlah, siapa yang menzholimi seorang kafir mu’ahad, merendahkannya, membebani di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya, tanpa keridhoan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (3052). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (445)]

Hadits ini adalah dalil bantahan atas para teroris yang semena-mena mengganggu orang-orang kafir, seperti menyakitinya, menakut-nakutinya, menghalalkan harta mereka, bahkan membunuh mereka sebagaimana yang terjadi di Legian, Bali, dan daerah lainnya.

Abdur Ra’uf Al-Munawiy Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata ketika menerangkan hadits yang semakna dengan hadits di atas, "Orang kafir yang diberi jaminan keamanan (oleh pemerintah muslim), dan orang mukmin, tidak boleh diganggu jiwa, anggota badan, dan hartanya selama masih ada ikatan perjanjian dan jaminan keamanan. Bagi permasalahan ini ada syarat-syarat dan hukum-hukumnya yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab furu’ (fiqih)". [Lihat Faidhul Qodir (6/318)]

Jadi, menganggu, dan menzhalimi kaum kafir tersebut –apalagi membunuhnya- adalah perkara yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Bukan seperti yang dipahami oleh para teroris-Khawarij bahwa semua jenis orang kafir boleh dibunuh. Demi Allah, ini adalah bukti kedunguan dan kedangkalan akal mereka. [Lihat Badzl An-Nushhi wa At-Tadzkir li Baqoya Al-Maftunin bi At-Takfir wa At-Tafjir (hal. 42-43) karya Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad, cet. Mathba'ah Safir, 1426 H]

Para pembaca budiman, para teroris dalam aksi kejinya, bukan hanya menzhalimi dan membunuh orang kafir saja, tapi KAUM MUSLIMIN pun tak lepas darinya. Membunuh seorang muslim dengan sengaja, dan tanpa alasan syar’iy merupakan dosa besar yang mendapatkan lima ancaman dalam sebuah nas ayat,

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS. An-Nisa`: 93)

Ibnu Nashir As-Sa’diy berkata, "Tak ada ancaman yang lebih besar dalam semua jenis dosa besar, bahkan tidak pula semisalnya dibandingkan ancaman ini, yaitu pengabaran bahwa balasan orang yang membunuh adalah Jahannam. Maksudnya, cukuplah dosa yang besar ini saja untuk dibalasi pelakunya dengan Jahannam, beserta siksaan yang besar di dalamnya, kerugian yang hina, murkanya Al-Jabbar (Allah), luputnya keberuntungan, dan terjadinya kegagalan, dan kerugian. Kami berlindung kepada Allah dari segala sebab yang menjauhkan dari rahmat-Nya". [Lihat Taisir Al-Karim (hal.193-194)]

Lihatlah pembaca yang budiman!! Allah mengancamnya di dalam ayat ini dengan neraka Jahannam dan tidak sampai disitu saja, bahkan ia akan lama di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutuknya dan menyediakan siksa yang pedih baginya. Tak heran jika Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لَزَوَالُ لدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Sungguh hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang muslim”. [HR. At-Tirmidzy dalam As-Sunan (1399), dan An-Nasa`iy dalam As-Sunan (7/82). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ghoyatul Maram (4390)]

Para pembaca yang budiman, saking bodohnya para teroris tersebut, mereka rela membunuh diri dengan bom. Padahal Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka kelak ia akan disiksa dengan sesuatu tersebut pada hari kiamat". [HR. Al-Bukhoriy (no. 6047), dan Muslim (no. 176)]

Semua ayat-ayat dan hadits-hadits di atas meruntuhkan persangkaan batil para teroris-Khawarij yang menyatakan bahwa tindak teror dan peledakan yang mereka lakukan adalah JIHAD!!! Padahal bukan jihad, bahkan perusakan, bunuh diri dan mati konyol !!!

Ulama Negeri Madinah, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad -hafizhohullah- berkata setelah peledakan di kota Riyadh yang dilakukan oleh para teroris, "Peristiwa peledakan yang telah terjadi termasuk perkara yang amat buruk dalam hal kejahatan dan perusakan di muka bumi. Perkara yang lebih buruk lagi, setan menghias-hiasi bagi para teroris yang telah melakukan perbuatan itu bahwa perbuatan jahat itu adalah JIHAD. Berdasarkan akal dan agama apakah sehingga JIHAD bisa berupa bunuh diri, membunuh kaum muslimin, dan kaum kafir yang mendapatkan jaminan keamanan, menakut-nakuti masyarakat, membuat para wanita menjadi janda, anak-anak menjadi yatim, merobohkan bangunan bersama orang-orang ada di dalamnya". [Lihat Bi Ayyi Aqlin wa Diin Yakunu At-Tafjir wa At-Tadmir Jihadan?! (hal. 16), oleh Syaikh Al-Abbad]

Mereka berteriak ketika kaum kuffar AS dan sekutunya membantai jutaan kaum muslimin dengan menyatakan bahwa nyawa seorang muslim itu sangat mahal di sisi Allah. Namun di sisi lain, mereka sendiri ternyata juga turut menumpahkan darah kaum muslimin. Parahnya lagi, kesalahan tersebut berusaha ditutupi dan dibenarkan dengan berjuta dalih: “Ini kan jihad”, dan “Mereka mati syahid”. Seorang yang membunuh dirinya, membunuh kaum muslimin, atau kaum kafir yang tak layak dibunuh, merusak harta benda orang lain, dan membangkang melawan pemerintah. Demikiankah jihad?! Sama sekali bukan jihad, tapi ia adalah teror dan pemberontakan yang diharamkan dalam Islam!!


Baca Lebih Lanjut...

Bombardir atas nama Jihad = Pengikut Setan

Penulis: Asy-Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan

Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, anggota Hai’ah Kibarul Ulama (Majlis Ulama Besar Saudi Arabia) menegaskan bahwa orang-orang yang menyerukan jihad fi sabilillah dengan cara membunuh diri-diri mereka adalah pelaku bunuh diri (bukan jihad) dan mujahid fi sabilis-syaithan (di jalan syaithan).


Beliau mengatakan bahwa orang-orang yang terjatuh ke dalam fitnah ini tidak bertanya kepada ulama dan tidak belajar kepada mereka melainkan mereka memisahkan diri dari ummat Islam dan berafiliasi kepada pihak-pihak yang mereka adalah thaghut-thaghut dari bangsa manusia yang mencuci otak mereka sehingga tampil dalam bentuk yang berbeda, mengkafirkan kaum muslimin, membunuhi mereka, menghancurkan gedung-gedung, meledakkan dan membunuh anak-anak, orang-orang tua, laki-laki, perempuan, orang Islam, kafir mu’ahad, ahlu dzimmah dan kafir musta’man disebabkan pemikiran sesat ini. Dan ini akibat yang dirasakan oleh orang-orang yang condong kepada pelaku kejahatan dan da’i-da’i yang diceritakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ketika beliau ditanya tentang fitnah-fitnah akhir zaman, beliau berkata, “(mereka) da’i-da’i kepada pint-pintu jahannam siapasaja yang mengikuti mereka akan dilemparkan ke dalamnya (jahannam).”

Dan inilah realitanya sekarang, benarlah sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, ketika mereka condong kepada da’i-da’i sesat, jadilah mereka dilemparkan ke dalam jahannam. Dan semua pihak geram terhadap mereka dan membenci perbuatan mereka sampai orang-orang kafir, apalagi kaum muslimin, tidak seorangpun senang dengan apa yang mereka buat kecuali orang-orang yang sepaham dengan mereka dan seperti mereka.

Beliau juga menjelaskan bahwa fitnah ini amatlah besar, wajib bagi seorang muslim untuk memiliki bashirah terhadapnya dan tidak tergesa-gesa dan bertanya kepada ulama dan meminta kepada Allah keselamatan dan jangan gampang mempercayai seseorang sebelum mengerti betul hakikat dia yang sesungguhnya dan seberapa jauh keistiqamahan dia di atas al-hak, meskipun menampakkan kebaikan atau rajin ibadah dan memiliki pembelaan terhadap Islam.

Adapun orang yang menampakkan kebaikan dan kebenaran tapi tidak diketahui hakikat sesungguhnya, kita tidak tergesa-gesa memvonisnya sekaligus jangan langsung mempercayainya, sampai kita kenal hakikat sebenarnya, adabnya, kehidupannya. Karena tidaklah terjadi bencana ini melainkan bersumber dari sikap husnuz-zan tanpa landasan ilmu dan tanpa bertanya kepada ulama dan ahlinya. Dari sinilah terjadi bencana-bencana ini sumbernya adalah ketergesa-gesaan dan kebodohan serta hasil dari bergaul dengan orang-orang jahat dan sembarangan mempercayai mereka serta menjauh dari kaum muslimin dan ulama mereka.

Mereka telah menjauh dari belajar melalui sekolah-sekolah dan dari para ulama sehingga terjatuh ke jurang-jurang sebagaimana mereka menjauh dari keluarga dan rumah-rumah mereka.

Maka yang wajib bagi pemuda-pemuda Islam adalah mengambil pelajaran dari kejadian ini karena orang yang bahagia adalah yang mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa orang lain.


Baca Lebih Lanjut...

Sabtu, 26 September 2009

Pembagian Jihad Melawan Orang Kafir Secara Fisik

Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Bagian Pertama

Penjelasan tentang pembagian jihad melawan orang-orang kafir dalam front fisik termasuk hal yang terpenting dalam masalah jihad ini. Telah tercatat dalam sejarah dari masa ke masa, kebanyakan orang yang salah melangkah dalam masalah jihad adalah disebabkan oleh ketidakpahaman mereka tentang pembagian jihad melawan orang-orang kafir di front fisik ini. Dan ini adalah suatu ketergelinciran yang sangat besar, padahal pembagian tersebut sangatlah jelas dalam buku-buku fiqih yang menerangkan tentang masalah jihad, dan pembicaraan para ulama dalam masalah jihad semenjak dahulu hingga sekarang tidak keluar dari pembagian tersebut.


Jihad melawan orang-orang kafir secara fisik terbagi dua :

Pertama : Jihad thalab atau jihad hujum (jihad menyerang). Yaitu kaum muslimin yang memulai menyerang orang-orang kafir setelah memberikan kepada mereka tawaran masuk Islam atau membayar jizyah (upeti).

Dalil-dalil tentang hal ini jelas dari sunnah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam. Yaitu tatkala beliau berada di Madinah, beliau mengirim pasukan dan bala tentara untuk menyeru manusia ke dalam Islam, dimana pengobaran peperangan dibangun di atas hal tersebut. Bahkan beliau menegaskan,

???????? ???? ????????? ???????? ?????? ?????????? ???? ??? ?????? ?????? ??????? ??????? ?????????? ??????? ??????? ??????????? ?????????? ?????????? ?????????? ??????? ???????? ?????? ???????? ?????? ??????????? ??????????????? ?????? ??????? ???????????? ????????????? ????? ???????

"Saya diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa "Tiada yang berhak diibadahi selain Allah dan sungguh Muhammad adalah Rasul Allah", menegakkan sholat dan mengeluarkan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal tersebut maka terjagalah darah dan harta mereka kecuali dengan Islam dan hisab mereka disisi Allah." [1]

Ini adalah nash yang sangat tegas tentang disyari'atkannya jihad hujum. Dan sejumlah ayat dan hadits yang telah berlalu penyebutannya, juga termasuk nash umum yang menganjurkan untuk menegakkan jihad hujum ini.

Dan jihad hujum ini hanya disyari'atkan bila terpenuhi tiga syarat [2] :

1. Dipimipin oleh seorang kepala negara.

2. Mempunyai kekuatan yang cukup.

3. Kaum muslimin mempunyai wilayah/negara kekuasaan

Adapun syarat pertama,

Telah dijelaskan dalam sejumlah dalil bahwa jihad hujum harus di bawah kepemimpinan seorang Imam (pemimpin) muslim. Diantara dalil-dalil tersebut, adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda,

???? ?????????? ?????? ??????? ??????? ?????? ???????? ?????? ????? ??????? ?????? ?????? ?????????? ?????? ?????????? ?????? ?????? ?????????? ?????? ???????? ?????????? ?????????? ??????? ????????? ???? ????????? ?????????? ????

"Siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah, dan siapa yang bermaksiat terhadapku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan siapa yang taat kepada pemimpin maka sungguh ia telah taat kepadaku, dan siapa yang bermaksiat kepada pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. Dan sesungguhnya seorang pemimpin adalah tameng, dilakukan peperangan dibelakangnya, dan dijadikan sebagai pelindung." [3]

Berkata Imam An-Nawawy (w. 676 H) menjelaskan hadits di atas, "Makna "seorang pemimpin adalah tameng" yaitu bagaikan tirai (pelindung), karena ia menahan gangguan musuh terhadap kaum muslimin, dan menahan sebagian manusia (untuk berlaku jelek) terhadap sebahagian yang lain, dan ia menjaga kehormatan Islam, dan dia ditakuti oleh manusia, serta manusia takut terhadap kekuasaannya. Dan makna "dilakukan peperangan dibelakangnya" yaitu dilakukan peperangan bersamanya melawan orang-orang kafir, Al-Bugh￴t (para pembangkang terhadap penguasa), kaum khawarij dan seluruh pengekor kerusakan dan kezholiman." [4]

Dan berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, "Karena ia menahan gangguan musuh terhadap kaum muslimin dan menahan gangguan sebahagian manusia terhadap sebahagian yang lainnya. Dan yang diinginkan dengan imam disini adalah setiap orang yang bertanggung jawab terhadap segala urusan manusia." [5]

Dan dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata :

????? ???????? ???????????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? ???? ????????? ???????? ?????????? ???? ???????? ????????? ???? ???????????? ???????? ??? ???????? ????? ?????? ?????? ???? ???????????? ??????? ?????????? ????? ??????? ????????? ?????? ?????? ????? ????????? ???? ????? ????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ???????? ???? ?????? ????? ?????? ???????? ?????? ?????? ????? ???????? ????? ?????? ?????????? ???????? ???????? ???????? ???????? ?????????? ?????? ?????? ?????? ?????? ????????? ???? ????? ????? ?????? ??????? ????? ????????? ????????? ???? ??????????? ????????? ?????????? ??????? ?????? ??? ???????? ????? ???????? ????? ??????? ???? ???? ??????????? ????????????????? ??????????????? ?????? ????? ???????????? ???? ???????????? ?????? ????? ???????? ????????? ??????????????? ????????????? ?????? ?????? ???? ?????? ?????? ????????? ????? ??????? ????? ??????????? ?????? ????????? ???????? ?????? ???? ??????? ???????? ???????? ?????? ?????????? ????????? ???????? ????? ??????

"Manusia bertanya kepada Rasulullah shollallahu 'alahi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada beliau tentang kejelekan, saya khawatir kejelekan itu akan menimpaku, maka saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu dalam kejahiliyahan dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan?" Beliau menjawab : "Iya." Kemudian saya bertanya, "Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan," Beliau menjawab, "Iya, dan telah ada asapnya." Saya bertanya, "Apakah asapnya?" Beliau menjawab, "Suatu kaum yang mengambil petunjuk selain dari petunjukku, ada yang engkau anggap baik dari mereka dan ada yang engkau ingkari." Kemudian saya bertanya, "Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan." Beliau menjawab, "Iya, da'i -da'i yang menyeru ke pintu-pintu neraka jahannam, siapa yang menjawab seruan mereka, maka mereka akan melemparkannya ke dalamnya." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, sifatkanlah mereka kepada kami?" Beliau menjawab : "Mereka adalah dari kulit kita juga dan berbicara dengan lisan-lisan kita." Saya berkata : "Apa perintahmu kepadaku jika saya mendapati hal tersebut?" Beliau bersabda : "Engkau komitmen terhadap jama'ah kaum muslimin dan imam mereka." Saya berkata : "Jika kaum muslimin tidak mempunyai jama'ah dan imam." Beliau berkata : "Tinggalkan seluruh firqoh-firqoh (kelompok-kelompok) tersebut, walaupun engkau harus menggigit akar pohon hingga kematian menjemputmu dan engkau di atas hal tersebut." [6]

Hadits di atas menunjukkan bahwa seorang muslim harus komitmen terhadap jama'ah kaum muslimin dan imam mereka. Maka orang yang keluar berjihad tanpa disertai imam atau tidak mendapatkan izin dari imam kaum muslimin maka ia dianggap telah keluar dari jama'ah kaum muslimin dan imam mereka dan jihad tersebut terhitung jihad bid'ah yang tidak disyari'atkan.

Karena itulah Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ketika beliau diajak untuk melepaskan baitnya dari pemerintahan Yaz○d bin Mu'awiyah dan membait Ibnu Muthi' dan Ibnu Hanzholah, beliau menganggap perbuatan tersebut sebagai perbuatan ghodar (melanggar penjanjian) dan beliau berdalil dengan hadits,

???????? ??????? ??????? ??????? ?????? ??????????? ??????? ?????? ???????? ???????

"Diangkat bagi setiap orang yang ghodar bendera pada hari kiamat, dikatakan : "Inilah ghodarnya si fulan"." [7]

Dan para ulama telah sepakat bahwa jihad hujum harus di bawah kepemimpinan seorang pemimpin muslim.

Berkata Ibnu Qudamah (w. 620 H), "Dan perkara jihad kembali kepada seorang imam (pemimpin) dan ijtihadnya, dimana rakyat wajib taat kepadanya pada apa yang ia pandang dalam hal tersebut." [8]

Dan diantara keyakinan dalam agama yang disepakati oleh para ulama dan dianggap tersesat orang yang menyimpang darinya menurut Imam Ahmad (w. 241 H), "Dan (kewajiban) berperang bersama para penguasa -yang baik maupun fajir- tetap berlanjut hingga hari kiamat, tidak ditinggalkan (sama sekali)." [9]

Dan Imam Ath-Thahawy (w. 321 H) menyatakan dalam penjelasan aqidah beliau yang masyhur, "Adapun haji dan jihad bersama penguasa kaum muslimin -yang baik maupun fajirnya- tetap berlanjut hingga hari kiamat, tidaklah dibatalkan oleh suatu apapun dan tidak ada yang menggugurkannya." [10]

Juga Imam Al-Muzany (w. 264 H), murid Imam Asy-Syafi'iy, menjelaskan bahwa diantara hal yang disepakati oleh para ulama terdahulu hingga masa beliau, "Dan jihad itu bersama setiap pemimpin yang adil maupun yang jahat, (demikian halnya) ibadah haji." [11]

Dan bekata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Dan mereka (Ahlus Sunnah wal Jama'ah) berpendapat (wajibnya) menegakkan haji, jihad dan (sholat) jum'at bersama para penguasa, yang baik maupun yang fajir." [12]

Dan berkata Imam besar dan ahli fiqih di zaman ini, Syaikh Muhammad bin Sh￴lih Al-'Utsaimin (w. 1421 H), "Tidak boleh suatu pasukan mengobarkan peperangan kecuali denga izin dari imam, bagaimanapun keadaan yang terjadi. Sebab yang diperintah untuk menegakkan perang dan jihad adalah para penguasa, bukan individu manusia. Individu manusia hanyalah ikut kepada pihak yang berwenang (Ahlul halli wal 'aqdi). Maka tidak seorangpun boleh melakukan perang tanpa seizin imam kecuali hanya dalam rangka membela diri, (yaitu) apabila musuh menyerang secara tiba-tiba, dan mereka khawatir kebinasaan karenanya, maka ketika itu mereka membela diri-diri mereka dan wajib mengobarkan peperangan.

Sesungguhnya (berperang tanpa pemimpin) tidak diperbolehkan karena perkara (jihad) tergantung pada seorang imam, maka berperang tanpa izinnya adalah melanggar dan melampaui batasan-batasannya. Andaikata dibolehkan bagi manusia untuk berperang tanpa izin imam maka akan terjadi kekacauan, siapa saja yang ingin (berperang) maka ia akan menunggangi kudanya dan berperang. Dan andaikata manusia diberi kelapangan dalam hal tersebut maka akan terjadi kerusakan-kerusakan yang besar. Mungkin akan terjadi sekelompok manusia (yang nampaknya) bersiap untuk memerangi musuh dan ternyata mereka hendak melakukan pemberontakan terhadap penguasa atau mereka hendak melakukan kesewenang-wenangan terhadap sekelompok manusia, sebagaimana firman (Allah) Ta'ala,

"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya." (QS. Al-Hujarat : 9)

Karena tiga alasan ini dan juga alasan-alasan lainnya maka tidaklah boleh melakukan perang kecuali dengan seizin imam." [13]

Demikianlah sedikit keterangan dalam masalah ini, yang menunjukkan bahwa para ulama sama sekali tidak membenarkan penegakan jihad hujum tanpa seizin imam. Hal ini merupakan sunnah Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan para shahabatnya, dimana tidak pernah ternukil dalam sepotong riwayat pun bahwa para shahabat menegakkan jihad tanpa seizin Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam yang merupakan Imam mereka, baik di fase Makkah maupun fase Madinah.

Maka kami tegaskan disini, siapa yang keluar dari jalan ini, maka ia telah keluar dari jalan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan para shahabatnya, dan bersiaplah menuai ancaman Allah 'Azza wa Jalla dalam firman-Nya,

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa` : 115)

Dan juga kami tegaskan berdasarkan keterangan-keterangan yang telah lalu bahwa "Tidak ada jihad di bawah bendera kafir" dan "Tidak ada jihad tanpa bendera seorang pemimpin muslim".

[1] Hadits Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma riwayat Al-Bukhary no. 25 dan Muslim no. 22. Dan dikeluarkan pula oleh Al-Bukhary no. 1399, 2946, 6924, 7284, Muslim no. 20, 21, Abu Daud no. 1556, 2640, At-Tirmidzy no. 2611, 2612, An-Nasa`i 5/14, 6/4-5,7, 7/77-79 dan Ibnu Majah no. 71, 3927 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dan juga dikeluarkan oleh Muslim no. 21 dan Ibnu Majah no. 3928 dari Jabir radhiyallahu 'anhuma, serta dikeluarkan oleh Al-Bukhary no. 392, Abu Daud no. 2641-2642, At-Tirmidzy no. 2613 dan An-Nasa`i 6/6, 7/75-76 dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu. Dan semakna dengannya hadits Thoriq bin Asy-yam radhiyallahu 'anhu riwayat Muslim no. 23. Dan Al-Kattani menyebutkannya sebagai hadits mutawatir dalam Nazhmul Mutanatsir Min Al-Ahad○ts Al-Mutawatir hal. 50-51.

[2] Dari kitab Mujmal Masa`il Al-ᅫman Al-'Ilmiyah fii Ushul Al-'Aq○dah As-Salafiyah hal. 31 (Penerbit Markaz Al-Imam Al-Albany, Amman, cet. pertama 1421 H / 2000 M) oleh Markaz Al-Imam Al-Albany. Dan kitab ini telah dibaca oleh sejumlah ulama, diantaranya; Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Syaikh Prof. DR. Rab○' bin Hadi Al-Madkhaly, Syaikh Sa'ad Al-Hushoyyin, Syaikh DR. Husain alu Asy-Syaikh, Syaikh DR. Washiyyullah 'Abbas, Syaikh DR. Muhammad bin 'Umar Ba Zamul, Syaikh DR. 'Abdussalam Barjis, Syaikh DR. Muhammad bin Hadi Al-Madkhly dan lain-lainnya.

[3] Hadits riwayat Al-Bukhary no. 2957 (konteks di atas milik Al-Bukhary), Muslim no. 1835, 1841, Abu Daud no. 2757 dan An-Nasa`i 7/155.

[4] Syarah Muslim 12/230.

[5] Fathul Bari 6/136.

[6] Hadits riwayat Al-Bukhary no. 3606 dan Muslim no. 1847.

[7] Telah berlalu takhrijnya pada hal. .

[8] Al-Mughny 13/16.

[9] Ushulul Sunnah.

[10] Al-'Aq○dah Ath-Thahawiyah hal. 437 -dengan syarh Ibnu Abil 'Izzi dan tahq○q Al-Albany-.

[11] Syarhus Sunnah karya Al-Muzany hal. 88.

[12] Majmu' Al-Fatawa 3/158.

[13] Syarhul Mumti' 8/25-26.

Bagian Kedua

Adapun syarat kedua, yaitu mempunyai kekuatan,

Hal tersebut merupakan perkara yang telah dimaklumi dalam nash-nash Al-Qur`¬n dan As-Sunnah. Sebagaimana dalam firman-Nya,

"Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!" (QS. An-Nis¬` : 71)

Dan Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ menegaskan :

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan (yang juga) musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya." (QS. Al-Anf¬l : 60)

Hadits 'Uqbah bin 'ᅡmir radhiyall¬hu 'anhu, beliau berkata :

???????? ????? ????? ?????? ????? ???????? ??????? ????? ????????? ?????? ????? ??????????? ???????? : ???????????? ?????? ??? ????????????? ???? ???????, ????? ????? ?????????? ????????? ????? ????? ?????????? ????????? ????? ????? ?????????? ?????????

"Saya mendengar Rasulull¬h shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam dan beliau berada di atas mimbar membaca (ayat) "Dan siapkanlah kekuatan yang kalian punyai untuk menghadapi mereka." (beliau berkata) : "Ingatlah kekuatan itu adalah membidik, kekuatan itu adalah membidik, kekuatan itu adalah membidik." [1]

Beberapa dalil di atas menunjukkan bahwa disyaratkan adanya kemampuan dan kekuatan dalam menegakkan jihad. Kapan syarat ini tidak terpenuhi, maka gugurlah kewajiban jihad tersebut terhadap kaum muslim hingga mereka mempunyai kekuatan.

Keharusan memiliki kemampuan dalam menjalankan suatu 'ibadah merupakan kaidah yang dimaklumi dalam syari'at dan telah menjadi dasar wajib untuk ditegakkannya suatu 'ibadah.

Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ berfirman :

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah : 286)

"Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya." (QS. Ath-Thol¬q : 7)

"Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian." (QS. At-Tagh￴bun : 16)

Dan Nabi shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam bersabda :

??????? ???????????? ???? ?????? ?????????????? ??????? ???????????? ???????? ???????? ?????? ??? ?????????????

"Apabila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah (sesuatu tersebut), dan apabila aku memerintah kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah hal itu sesuai dengan kemampuan kalian." [2]

Berdasarkan nash-nash ini, telah digugurkan atas kaum muslimin kewajiban menghadapi musuh kalau jumlah mereka tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah kaum muslimin, sebagaimana yang telah dijelaskan. Maka dalam keadaan tersebut tidak diwajibkan terhadap kaum muslimin untuk menghadapi musuh, karena sifat jihadnya adalah jihad hujm.

Adapun kejadian pada perang Uhud dan perang Khandaq, dimana kaum muslimin menghadapi kaum kuffar dengan jumlah yang jauh lebih besar dan berlipat ganda, hal tersebut bukanlah jihad hujm yang merupakan kehendak mereka, tapi jihad tersebut adalah jihad membela diri yang sifatnya darurat untuk menghadapi serangan musuh yang ingin menghancurkan kaum muslimin di negara mereka.[3] Dan jihad seperti ini adalah jihad mud¬fa'ah yang akan datang uraian dan penjelasannya.

Kemudian diantara dalil akan gugurnya kewajiban jihad bila tidak ada kemampuan, adalah hadits An-Naww¬s bin Sam'¬n radhiyall¬hu 'anhu tentang kisah Nabi 'Is¬ 'alaissal¬m membunuh Dajjalナ, kemudian disebutkan keluarnya Ya`jj dan Ma`jj,

ナ??????????? ???? ????????? ???? ??????? ????? ????? ???????: ??????? ???? ?????????? ???????? ???? ??? ??????? ???????? ?????????????? ????????? ????????? ????? ????????? ?????????? ??????? ?????????? ???????????? ?????? ???? ????? ?????? ??????????? ナ

"ナDan tatkala (Nabi 'Is¬) dalam keadaan demikian, maka Allah mewahyukan kepada (Nabi) 'Is¬, "Sesungguhnya Aku akan mengeluarkan sekelompok hamba yang tiada tangan (baca: kekuatan) bagi seorangpun untuk memerangi mereka, maka bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke (bukit) Thr." Kemudian Allah mengeluarkan Ya`jj dan Ma`jj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggiナ." [4]

Perhatikan hadits ini, tatkala kekuatan Nabi 'Is¬ 'alaissal¬m dan kaum muslimin yang bersama beliau waktu itu lemah untuk menghadapi Ya`jj dan Ma`jj, maka Allah tidak memerintah mereka untuk mengobarkan peperangan dan menegakkan jihad bahkan mereka diperintah untuk berlindung ke bukit Thr.

Bertolak dari syarat harusnya ada kemampuan dan kekuatan dalam menegakkan jihad, para ulama dari masa ke masa memberi fatwa di atas hal tersebut.

Berkata Syaikhul Isl¬m Ibnu Taimiyah rahimahull¬h, "Dan beliau (shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam) diperintah untuk menahan (tangan) dari memerangi mereka karena ketidakmampuan beliau dan kaum muslimin untuk menegakkan hal tersebut. Tatkala beliau hijrah ke Madinah dan mempunyai orang-orang yang menguatkan beliau, maka beliaupun diizinkan untuk berjihad. Kemudian tatkala beliau lebih kuat maka diwajibkanlah perang terhadap mereka walaupun belum diwajibkan atas mereka memerangi orang-orang yang mereka (kaum muslimin) terkait perdamaian dengannya, karena mereka belum mampu untuk memerangi seluruh orang kafir. Kemudian tatkala Allah menjadikan Makkah takluk terhadap mereka dan telah terputus perlawanan orang-orang Quraisy, sementara itu raja-raja Arab serta berbagai utusan (kabilah-kabilah) Arab berdatangan untuk masuk Islam, maka beliau diperintah untuk memerangi seluruh orang kafir kecuali yang ada perjajian damai sementara, dan beliau diperintah untuk melepas seluruh perdamaian mutlak. Maka yang beliau angkat dan beliau hapuskan adalah meninggal perang." [5]

Dan beliau juga berkata, "Sesungguhnya perintah untuk memerangi kelompok bugh￴t disyaratkan dengan adanya kemampuan dan kemapanan. Memerangi mereka tidaklah lebih pantas dari memerangi kaum musyrikin dan kuffar. Dan sudah dimaklumi bahwa hal tersebut disyaratkan dengan adanya kemampuan dan kemungkinan. Dan kadang yang menjadi mashlahat syar'iy adalah melembutkan hati mereka dengan harta, perdamaian dan perjanjian tidak saling perang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi (shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam) berulang kali." [6]

Dan Syaikh 'Abdurrahm¬n bin N¬shir As-Sa'dy rahimahull¬h ketika menafsirkan ayat 190-193 dari surah Al-Baqarah, beliau berkata, "Ayat-ayat ini terkandung di dalamnya perintah untuk berperang di jalan Allah. Dan hal ini setelah hijrah ke Madinah, tatkala kaum muslimin telah memiliki kekuatan untuk berperang, maka Allah memerintah mereka dengannya, yang sebelumnya mereka diperintah untuk menahan tangan-tangan mereka."

Dan Al-Lajnah Ad-D¬`imah mengeluarkan fatwa dengan nash, "Jihad adalah untuk meninggikan kalimat Allah dan penjagaan terhadap Islam, serta untuk memapankan penyampaian, penyebaran dan penjagaan terhadap kehormatan (Islam). (Ia) wajib bagi siapa yang mapan untuk hal tersebut dan kuat untuk (menegakkannya). Akan tetapi (jihad ini) butuh pengiriman pasukan dan pengaturan. Karena kekhawatiran munculnya kekacauan dan terjadinya hal-hal yang tidak terpuji akibatnya, maka permulaan (jihad itu) dan awal memasukinya adalah merupakan urusan penguasa kaum muslimin. Maka diwajibkan bagi ulama untuk membangkitkan semangat (penguasa) untuk (menegakkan) jihad tersebut. Apabila (penguasa) telah memulai dan menyeru kaum muslimin, maka wajib bagi siapa-siapa yang punya kemampuan untuk memenuhi seruan tersebut dengan mengikhlashkan wajahnya hanya untuk Allah, dengan harapan ia menolong kebenaran dan menjaga Islam. Siapa yang tidak hadir sedangkan telah ada seruan dan tidak memiliki udzur maka ia adalah seorang yang berdosa." [7]

Dan berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahull¬h, "Dalam (jihad) harus ada suatu syarat, yaitu hendaknya kaum muslimin mempunyai kemampuan dan kekuatan yang dengannya mereka mampu menegakkan perang. Kalau mereka tidak mempunyai kemampuan maka menerjunkan diri mereka dalam peperangan adalah melemparkan diri kepada kebinasaan. Karena itu, Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ tidak mewajibkan terhadap kaum muslimin untuk berperang ketika mereka masih berada di Makkah, karena mereka tidak mampu lagi lemah. Tatkala mereka hijrah ke Madinah dan mereka menegakkan negara Islam dan mereka telah memiliki kekuatan, merekapun diperintah untuk berperang. Karena syarat merupakan sesuatu yang harus ada. (Kalau tidak terpenuhi) maka gugurlah kewajiban atas mereka sebagaimana halnya seluruh kewajiban (lain). Karena seluruh kewajiban disyaratkan padanya kemampuan berdasarkan firman-Nya Ta'¬l¬,

"Maka bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian." (QS. At-Tagh￴bun : 16)

Dan firman-Nya,

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah : 286)." [8]

Dan diantara hal yang sangat penting yang harus kami ingatkan disini, bahwa selain dari menyiapkan kekuatan fisik, kaum muslimin juga harus menyiapkan kekuatan iman dalam menegakkan jihad tersebut.

Mempersiapkan kekuatan batin adalah dengan membersihkan diri dari segala noda kesyirikan dan menanamkan benih-benih tauhid serta mengikhlaskan segala jenis peribadatan hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Bagaimana mungkin kaum muslimin mengharapkan pertolongan dari Allah dalam jihad mereka, sedang mereka berlumpur dengan noda-noda kesyirikan?

Sedang Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ telah menyatakan kepada Nabi-Nya,

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar : 65)

Bagaimana mungkin mengharapkan kemulian dan kejayaan sedang mereka bergelimang dengan dosa dan maksiat?

Cermatilah pelajaran yang diabadikan dalam Al-Qur`¬n tentang sebab kekalahan kaum muslimin di perang Uhud,

"Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kalian berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. ᅡli 'Imr¬n : 165)

Berkata Ibnu Jar○r Ath-Thobary (w. 310 H) rahimahull¬h, "(Firman-Nya) "kalian berkata: Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" yaitu kalian berkata tatkala kalian tertimpa musibah di perang Uhud "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" (yaitu) dari sisi mana kekalahan ini, dan dari mana terjadinya apa yang menimpa kami, sedang kami adalah muslimun dan mereka itu orang-orang musyrikun, sedangkan pada kami ada Nabi Allah shollall¬hu 'alaihi wa sallam yang mendapat wahyu dari langit dan musuh kami adalah pengikut kekufuran dan kesyirikan kepada Allah? Maka katakan wahai Muhammad kepada orang-orang yang beriman bersamamu dari kalangan shahabatmu "Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri", katakan kepada mereka, bahwa musibah yang menimpa kalian adalah dari kesalahan diri-diri kalian karena kalian menyelisihi perintahku dan kalian meninggalkan ketaatan kepadaku, (musibah tersebut) bukan dari selain kalian, dan bukan dari seorangpun selain kalian." [9]

Dan berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahull¬h, "Kapan orang-orang kafir memperoleh kemenangan, maka hal tersebut hanyalah karena dosa-dosa kaum muslimin yang berakibat kurangnya keimanan mereka. Kemudian kalau mereka bertaubat dengan menyempurnakan keimanan mereka, maka Allah akan menolong mereka, sebagaimana dalam firman-Nya Ta'¬l¬,

"Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman." (QS. ᅡli 'Imr¬n : 139)

Dan (Allah) berfirman,

"Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kalian berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri"." (QS. ᅡli 'Imr¬n : 165)." [10]

Dan berkata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahull¬h, "Dan demikian pula pertolongan dan kekuatan yang sempurna, hal tersebut hanyalah untuk pemilik keimanan yang sempurna. (Allah) Ta'¬l¬ berfirman,

"Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)." (QS. Gh￴fir : 51)

Dan (Allah) berfirman,

"Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang." (QS. Ash-Shoff : 14)

Maka siapa yang kurang keimanannya, akan kurang bagiannya dari pertolongan dan kekuatan (itu). Karena itu apabila seorang hamba mendapatkan musibah pada dirinya, keluarganya, atau musuhnya dimenangkan atasnya, maka hal tersebut semata karena dosanya, apakah karena meninggalkan kewajiban atau melakukan suatu hal yang diharamkan, dan itu termasuk kekurangan iman." [11]

[1] Hadits riwayat Muslim no. 1917, Abu D¬ud no. 2514, At-Tirmidzy no. 3092 dan Ibnu M¬jah no. 2813 dari hadits 'Uqbah bin 'ᅡmir radhiyall¬hu 'anhu.

[2] Hadits Abu Hurairah radhiyall¬hu 'anhu riwayat Al-Bukh¬ry no. 7288, Muslim no. 1337, An-Nas¬`i 5/110 dan Ibnu M¬jah no. 1, 2.

[3] Baca keterangan Ibnul Qayyim rahimahull¬h dalam Al-Fursiyah hal. 97.

[4] Hadits riwayat Muslim no. 2937 dan Ibnu Majah no. 4075.

[5] Al-Jaw¬b Ash-Shoh○h 1/237.

[6] Majm' Al-Fat¬w¬ 4/442.

[7] Fat¬w¬ Lajnah 12/12 dengan ditanda tangani oleh Syaikh Ibnu B¬z sebagai ketua dan Syaikh 'Abdurrazz¬q 'Af○fy sebagai wakil serta Syaikh 'Abdulllah bin Qu'd dan Syaikh Abdullah bin Ghodayy¬n sebagai anggota.

[8] Syarhul Mumti' 8/9-10.

[9] J¬mi'ul Bay¬n fii Tafs○rul Qur`¬n 4/108.

[10] Al-Jaw¬b Ash-Shoh○h 6/450.

[11] Igh￴tstul Luhf¬n 2/182.

Bagian Ketiga

Adapun syarat ketiga, yaitu harus ada negara atau wilayah kekuasaan,

Hal ini nampak dari beberapa keterangan yang telah lalu bahwa kewajiban jihad secara fisik terhadap kaum muslimin adalah setelah terbentuknya negara Islam di Madinah dan Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam adalah pemimpin mereka.

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, "Awal disyariatkannya jihad adalah setelah hijrahnya Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam ke Madinah menurut kesepakatan para ulama."[1]

Kemudian di akhir penjelasan tentang jihad hujum ini, kami ingin mengingatkan bahwa menyeru umat untuk menegakkan jihad hujum pada zaman ini berarti ia telah menyeru manusia ke dalam lembah kebinasaan dan jurang kehancuran. Ini tentunya dipahami oleh orang-orang yang memang merupakan juru nasehat umat yang mengetahui keadaan umat kita saat ini, walaupun pengetahuan tentang keadaan umat hanya sedikit.

Hanya kepada Allah kita mengadukan keadaan umat kita yang jauh dari agama mereka sehingga mengakibatkan lemahnya kekuatan mereka. Bendera-bendera kesyirikan dikibarkan di berbagai tempat, baik berupa berdoa kepada wali-wali, mengagungkan kuburan, meminta tolong kepada jin, dedemit dan lain-lain.

Demikian pula bid'ah dan pemahaman bid'ah bertebaran di mana-mana.

Demikian pula perpecahan dan dakwah kepada berbagai kelompok, partai dan jama'ah telah merusak umat dan mencentangperenangkan urusan mereka.

Sedangkan generasi muda umat banyak diantara mereka yang larut dalam kerusan akhlak dan berkiblat kepada budaya dan kebiasaan orang-orang kafir.

Maka kita dari sisi kekuatan keimanan ada kelemahan, dan dari sisi kekuatan fisik dan materi juga ada kelemahan.

Karena itu, kembali kami harus menegaskan disini, bahwa orang-orang yang menyeru manusia untuk menegakkan jihad hujum terhadap orang kafir pada saat ini adalah upaya untuk membinasakan umat tanpa mereka sadari.

Berkata Syaikh Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin rahimahullah, "Karena itu kalau ada yang bertanya kepada kami "Kenapa kita tidak memerangi Amerika, Rusia, Prancis dan Inggris?" (Jawabannya) karena tidak ada kemampuan. Persenjataan yang telah ketinggalan zaman menurut mereka itulah yang berada di tangan-tangan kita. Dan persenjataan tersebut dihadapan persenjataan mereka bagaikan pisau-pisau menyala dihadapan rudal-rudal, sama sekali tidak memberi manfaat. Maka bagaimana mungkin kita memerangi mereka? Karena itu, saya tegaskan bahwa adalah termasuk kedunguan orang yang berkata, "wajib atas kita untuk memerangi Amerika, Prancis, Inggris dan Rusia". Bagaimana kita menegakkan perang? Hal ini ditolak oleh hikmah Allah 'Azza wa Jalla dan ditolok oleh syari'at-Nya. Akan tetapi yang menjadi kewajiban atas kita adalah melaksanakan apa yang Allah 'Azza wa Jalla perintah dengannya,

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi." (QS. Al-Anfal : 60)

Ini yang wajib atas kita, yaitu menyiapkan segenap kemampuan yang kita sanggupi. Dan kekuataan yang paling penting untuk kita siapkan adalah keimanan dan ketakwaanナ" [2]

Dan berkata Syaikh Al-Albany rahimahullah, "Karena itu saya tidak hanya berkata seperti yang saya katakan tadi, bahwa saya tidak menganggap ada jihad (sekarang), bahkan saya mentahdzir dari jihad. Karena sarana-sarana jiwa dan materi tidaklah membantu kaum muslimin untuk menegakkan suatu jihad pun, di manapun tempatnyaナ" [3]

[1] Lihat Fathul Bari 6/4-5 dan Nailul Authar 7/246-247.

[2] Syarah Kitabul Jihad dari Bulughul Maram kaset pertama side A.

[3] Kaset Silsilah Al-Huda wan Nur kaset no. 353 side A. Dan baca catatan kaki Madarikun Nazhor hal. 345 (cet. Kedua).

Bagian Keempat

Jihad melawan orang-orang kafir jenis kedua : Jihad mudafa'ah atau jihad daf'iy (jihad membela atau melindungi diri).

Yaitu apabila kaum kuffar menyerang kaum muslimin atau mengepung negeri kaum muslimin. Maka wajib atas kaum muslimin untuk membela diri.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu' Al-Fatawa 28/358-359 mengatakan, "Apabila musuh hendak menyerang kaum muslimin, maka menghadapi mereka adalah wajib atas orang-orang yang diserang langsung, dan juga wajib atas orang yang belum diserang untuk membantu saudara mereka, sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala:

"Jika (saudara-saudara) meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka." (QS. Al-Anfal : 72)."

Dan telah dimaklumi bahwa membantu sesama muslim dalam kebaikan dan ketakwaan adalah perkara yang terpuji, sebagaimana dalam firman-Nya,

"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (QS. Al-Ma`idah : 2)

Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda,

?????? ??????????????? ??? ???????????? ??????????????? ??????????????? ?????? ?????????, ????? ???????? ?????? ?????? ???????? ??????? ????????? ??????????? ??????????

"Perumpamaan kaum mukminin dalam hubungan kasih sayang, rahmat dan berlemah lembut di antara mereka bagaikan satu jasad. Apabila salah satu anggota tubuhnya berkeluh, maka seluruh jasad merasakannya dengan tidak tidur dan rasa panas". [1]

Dan juga Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam menegaskan,

??????????? ???????????? ?????????????? ??????? ???????? ???????

"Seorang mukmin pada mukmin lainnya bagaikan satu bangunan yang sebagiannya menguatkan bahagian yang lainnya". [2]

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, "Adapun jihad daf'iy, dia yang paling wajib di antara seluruh bentuk menahan musuh yang membahayakan kehormatan dan agama, (karena itu) ia adalah wajib menurut kesepakatan (para ulama). Tidak sesuatu yang lebih wajib setelah keimanan dari menolak musuh berbahaya yang akan merusak agama dan dunia. Maka tidak disyaratkan syarat apapun dalam menegakkan (jihad daf'iy) itu bahkan ia membela diri sesuai kemampuan." [3]

Dan berkata Ibnul Qayyim rahimahullah, "Perlombaan/pertandingan disyari'atkan adalah agar seorang mukmin mempelajari cara berperang, membiasakan dan melatih diri dengannya. Dan telah dimaklumi bahwa seorang mujahid (orang yang berjihad) kadang ia menghendaki untuk mengusir musuh bila sang mujahid adalah pihak yang diserang dan musuh adalah pihak yang menyerang, dan kadang (seorang mujahid) menghendaki kemenangan terhadap musuh dari permulaannya bila (sang mujahid) merupakan pihak yang menyerang dan musuh adalah pihak yang diserang, dan kadang (seorang mujahid) menghendaki semua dari dua perkara (tersebut). Dalam tiga keadaan tersebut, seorang mukmin diperintah untuk berjihad. Dan jihad daf'iy lebih sulit dari jihad tholab, karena jihad daf'iy mirip dengan bentuk mengusir musuh yang berbahaya. Karena itu, dibolehkan bagi orang yang dizholimi untuk membela dirinya, sebagaimana dalam firman (Allah) Ta'ala,

"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya." (QS. Al-Hajj : 39)

Dan Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda,

???? ?????? ?????? ???????? ?????? ???????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ????????

"Siapa yang terbunuh karena ia membela hartanya, maka ia dianggap mati syahid dan siapa yang terbunuh karena ia membela darahnya, maka ia dianggap mati syahid." [4]

Karena mengusir musuh yang berbahaya terhadap agama adalah terhitung jihad dan qurbah (hal yang mendekatkan diri kepada Allah,-pent.), dan mengusir musuh yang berbahaya terhadap harta dan jiwa adalah hal yang boleh dan ada keringanan, kalau ia terbunuh kerenanya maka ia terhitung mati syahid. Maka jihad daf'iy lebih luas dari jihad tholab dan lebih wajib. Karena itu wajib atas setiap orang untuk menegakkan dan berjihad dengannya, (atas) seorang budak seizin tuannya maupun tidak, anak tanpa izin kedua orang tuanya dan orang yang berhutang tanpa izin dari pemiliknya. Dan ini seperti keadaan jihad kaum muslimin di (perang) Uhud dan Khandaq. Dan tidak disyaratkan dalam jihad jenis ini musuh hanya sejumlah dua kali lipat kaum muslimin atan kurang, karena (jumlah) musuh di perang Uhud dan Khandaq berlipat ganda di atas kaum muslimin dan jihad tetap wajib atas mereka karena waktu itu adalah jihad darurat dan membela diri, bukan jihad alternatif (jihad tholab, pent.)ナ" [5]

Kemudian kami perlu mengingatkan kepada para pembaca beberapa perkara :

Satu : Ada dua cara dalam menegakkan Jihad Daf'iy :

1. Apabila keadaan memungkinkan untuk menyerahkan urusan kepada penguasa dalam menghimpun pasukan dan mempersiapkan peperangan untuk menghadapi musuh, maka mereka wajib meminta pertimbangan kepada penguasa dalam hal tersebut, karena asal jihad itu adalah dengan izin penguasa sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya dan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin dimasa Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di perang Khandaq.

2. Apabila musuh telah menyerang mereka dan mereka tidak mampu mengatur urusan dengan menghimpun pasukan dan mempersiapkan peperangan bersama penguasa, maka hendaknya setiap orang berperang membela dirinya sesuai dengan kemampuannya. Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara laki-laki, perempuan, anak kecil, orang dewasa dan lain-lainya. Sebagaimana sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam :

???? ?????? ?????? ??????? ?????? ????????

"Dan siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia dianggap mati syahid." [6]

Dan sabda beliau yang lain.

???? ?????? ?????? ???????? ?????? ???????? ?? ???? ?????? ?????? ?????? ?????? ???????? ?? ???? ?????? ?????? ???????? ?????? ???????? ?? ???? ?????? ?????? ???????? ?????? ????????

"Siapa yang terbunuh karena membela agamanya, maka ia dianggap mati syahid, dan siapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia dianggap mati syahid, dan siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia dianggap mati syahid, dan siapa yang terbunuh karena membela keluarganya, maka ia dianggap mati syahid." [7]

Berkata Abdullah bin Imam Ahmad (w. 290 H) rahimahumallah, saya mendengar ayahku berkata, "Apabila imam (penguasa) mengizinkan dan rakyat mendapat seruan berjihad maka tidak apa-apa mereka keluar (untuk berjihad)." Saya berkata kepada ayahku, "Kalau mereka keluar tanpa seizin imam?" Beliau menjawab, "Tidak (boleh), kecuali imam mengizinkan, kecuali ada serangan tiba-tiba dari musuh terhadap mereka dan tidak memungkinkan mereka untuk meminta izin dari imam, maka saya berharap perbuatan tersebut termasuk membela kaum muslimin (jihad daf'iy,-pen.)." [8]

Dan berkata Ibnu Qudamah rahimahullah, "Urusan perang adalah kembali kepada (penguasa). Dia lebih mengetahui jumlah musuh, (cara) memerangi mereka, rahasia-rahasia dan makar mereka. Maka seharusnya kembali kepada pendapatnya, ia lebih berhati-hati terhadap kaum muslimin. Kecuali kalau tidak memungkinkan untuk minta izin darinya dimana musuh yang menyerang mereka secara tiba-tiba, maka tidak wajib untuk meminta izin darinya, karena mashlahat mengharuskan untuk memerangi mereka dan keluar menghadapi mereka serta pasti terjadi kerusakan kalau musuh tidak diperangi. Karena itulah, tatkala orang-orang kafir dengan diam-diam mengambil ternak-ternak Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka ditemui oleh Salamah bin Al-Akwa' yang sedang keluar dari Madinah, lalu dia mengikuti mereka lalu membunuh mereka tanpa izin. Kemudian Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam memuji beliau seraya berkata, "Sebaik-baik pasukan kami adalah Salamah bin Al-Akwa'." Dan beliau memberikanya jatah (yang didapatkan oleh) seorang prajurit penunggang kuda dan pejalan kaki." [9]

Dua : Boleh mengadakan perjanjian damai dengan musuh kalau kaum muslimin belum mampu menegakkan jihad daf'iy melawan musuh, kalau pimpinan memandang ada mashlahat dalam hal tersebut.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam pada perjanjian Hudaibiyah. Dimana beliau tidak memerangi kaum kuffar Makkah untuk membela kaum muslimin dan harta mereka yang masih berada di Makkah.

Tiga : Kalau sama sekali tidak mampu menghadapi musuh, maka boleh untuk tidak memerangai mereka sama sekali.

Hal ini sebagaimana yang telah lalu tentang Nabi 'Isa 'alaihissalam yang diperintah untuk berlindung ke bukit Thur karena mereka tidak akan mampu menghadapi Yu`juj dan Ma`juj.

Empat : Kewajiban kaum muslimin menegakkan Jihad Daf'iy untuk membela saudara mereka dari serangan musuh disyari'atkan bila tidak ada perjanjian antara kaum muslimin dengan musuh tersebut.

Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,

"Jika (saudara-saudaranya) meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka." (QS. Al-Anfal : 72)

Berkata Ibnu Kastir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, "(Allah) Ta'ala berfirman, kalau mereka orang-orang Arab yang belum berhijrah itu meminta pertolongan kepada kalian dalam perang agama terhadap musuh mereka, maka tolonglah mereka. Sesungguhnya wajib atas kalian untuk menolongnya, karena mereka adalah saudara-saudara kalian seagama, kecuali kalau mereka meminta pertolongan kepada kalian terhadap sekelompok kaum kafir "yang telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka", yaitu perjanjian perdamaian hingga waktu (tertentu), maka jangan kalian merusak janji kalian dan jangan kalian membatalkan sumpah yang kalian berjanji dengannya. Dan ini diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma."

Berkata Al-Qurthuby (w. 671 H) rahimahullah, "Kecuali mereka meminta pertolongan kepada kalian terhadap kaum kuffar yang telah ada antara kalian dan mereka perjanjian, maka jangan kalian menolong mereka terhadap musuhnya dan jangan kalian membatalkan janji kalian hingga sempurna waktu (yang telah disepakati)." [10]

Bertolak dari keterangan di atas, bila sebuah negeri Islam telah mengadakan perjanjian damai dengan negeri kafir, maka bila negeri kafir tersebut menzholimi negeri Islam yang lain maka tidaklah benar bila negeri Islam pertama membantu saudaranya. Kecuali kalau yang membantu mereka negeri Islam lain yang tidak terikat perjanjian damai, maka hal tersebut diperbolehkan sebagaimana dalam kisah Abu Bashir, Abu Jandal dan kaum muslimin yang lainnya, dimana mereka tidak terikat dengan perjanjian Hudaibiyah dan juga tidak bergabung dengan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam pada saat itu.

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan kandungan faedah kisah perjanjian Hudaibiyah, "Penjanjian yang terjadi antara Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dan kaum musyrikin, bukanlah perjanjian antara Abu Bashir dan teman-temannya dengan mereka. Dibangun di atas ini bila ada perjanjian antara sebagian raja kaum muslimin dan sebagian Ahludz Dzimmah dari kalangan Nashar￴ dan selainnya, maka boleh bagi raja kaum muslimin yang lain untuk memerangi mereka dan mengambil ghanimah (harta rampasan perang) dari mereka bila tidak ada perjanjian antara raja tersebut dengan mereka. Sebagaimana fatwa Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah, pent.) tentang Nashar￴ Mulathyah dan menawam mereka, berdalilkan kisah Abu Bashir (menyerang) kaum musyrikin."[11]

Lima : Dari seluruh keterangan di atas, nampaklah bahwa kalimat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah "Tidak ditetapkan syarat apapun dalam menegakkan (jihad daf'iy) bahkan ia membela diri sesuai kemampuan" tidak berlaku secara mutlak sebagaimana sangkaan sebagian orang yang salah menempatkan ucapan beliau ini, sehingga mereka kadang mengobarkan Jihad Daf'iy tanpa mempertimbangkan mashlahat dan mafsadat-nya, tanpa menjaga ketentuan untuk tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar, tanpa membedakan antara kafir yang terjalin perjanjian damai dengannya atau tidak. Mereka lupa bahwa Syaikhul Ibnu Taimiyah adalah orang yang sangat menjaga ketentuan dalam hal-hal tersebut. Dan kisah beliau sangatlah masyhur ketika beliau menasehati penguasa agar mengobarkan perang menghadapi tentara Tatar yang akan menyerang Negeri Syam waktu itu.

Wallahu Ta'ala A'lam.

[1] Hadits An-Nu'man bin Al-Basyir radhiyallahu 'anhuma riwayat Al-Bukhary no. 6011 dan Muslim no. 2586.

[2] Hadits Abu Musa Al-Asy'ary radhiyallahu 'anhu riwayat Al-Bukhary no. 481, 2446, 6026, Muslim no. 2585, At-Tirmidzy no. 1933 dan An-Nasa`i 5/79.

[3] Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah hal. 532 dan Al-Fatawa Al-Kubr￴ 4/608.

[4] Akan datang takhrijnya.

[5] Al-Furusiyah hal. 187-189.

[6] Hadits 'Abdullah bin 'Amru radhiyallahu 'anhuma riwayat Al-Bukhary no. 2480, Muslim no. 141, Abu Daud no. 4771, At-Tirmidzy no. 1423-1424 dan An-Nasa`i 7/114-115.

[7] Diriwayatkan oleh Ahmad 1/187, 189, 190, Ath-Thayalisi no. 233, 239, Abu Daud no. 4772, At-Tirmidzy no. 1422, 1425, An-Nasa`i 7/115-116, Ibnu Majah no. 2580, Al-Bazzar no. 1259, 1260, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 3194, 4790, Ath-Thabarany 1/no. 352-354, dan lain-lainnya, sebagaian meriwayatkan secara lengkap dan ada yang hanya meriwayatkan sebagian konteks saja. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwa' 3/164 no 708.

[8] Al-Masa`il dari riwayat 'Abdullah 2/258.

[9] AL-Mughni 13/33-34, penerbit Hajar, cetakan kedua tahun 1413H/1992M.

[10] Al-Jami' Li Ahkamil Qur`an 8/57.

[11] Baca Zadul Ma'ad 3/309.

Pembagian Orang Kafir dalam Islam

Melihat berbagai peristiwa teror yang terjadi di berbagai negara, apalagi hal tersebut dituduhkan identik dengan syari'at yang mulia nan suci, melihat banyaknya kebingungan di kalangan kaum muslimin akibat syubhat (kerancuan) dan racun yang disusupkan oleh musuh-musuh Islam tentang terorisme dan melihat salah "terjemah" terhadap kalimat terorisme dan salah menempatkannya. Maka kami mengangkat fatwa-fatwa para ulama besar yang merupakan lentera di tengah gulita dan kelompok yang terus-menerus menampakkan kebenaran di setiap zaman sebagaimana dalam hadits yang mutawatir, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :

??? ??????? ????????? ???? ????????? ??????????? ????? ???????? ??? ??????????? ???? ?????????? ?????? ???????? ?????? ????? ?????? ????????

"Terus menerus ada sekelompok dari umatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah (hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu".

Tulisan ini juga sebagai penjelasan hakikat syari'at Islam yang mulia dan agung.

Dan tulisan ini juga sebagai bantahan terhadap orang-orang yang penuh dengan nista pemikiran sesat dan bergelimang dengan lumpur penyimpangan yang menodai nama Islam dengan ulah terorismenya.

Dan sebagai bantahan terhadap orang-orang jahil dan bodoh yang menampilkan dirinya sebagai ahli fatwa yang berani mengucapkan statement yang mengidentikkan Islam dengan terorisme.

Dan yang lebih aneh lagi ucapan kotor ini keluar dari orang yang mengaku dirinya Ahlus Sunnah. Simak kalimatnya yang menyanjung pelaku peledakan gedung WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001 : "Serangan berani penuh kepahlawanan dari para pemuda yang kecewa dengan kecongkakan Amerika Serikat" dan simak ucapannya yang lain "Kalau ditanya kepada kami :Bagaimana serangan terhadap Amerika itu, maka kami mengatakan bahwa cara itu tidak benar menurut pandangan syari'at. Kemungkinan besar memang Usamah berada di belakang penyerangan terhadap WTC dan Pentagon. Walaupun cara bunuh diri itu salah, bagi kami sasarannya benar. Kami memberi "applaus" kepada sasaran seperti itu".

Kami angkat tulisan ini dengan harapan mengembalikan kaum muslimin kepada agama yang lurus dan mengangkat derajat mereka di dunia dan di akhirat. Amin.

Orang kafir dalam syari'at Islam ada empat macam :

Pertama : Kafir Dzimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka.

Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya firman Allah Al-'Aziz Al-Hakim :

????????? ????????? ??? ??????????? ????????? ????? ??????????? ???????? ????? ???????????? ??? ??????? ??????? ??????????? ????? ?????????? ????? ???????? ???? ????????? ??????? ?????????? ?????? ???????? ??????????? ???? ???? ?????? ??????????

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)". (QS. At-Taubah : 29).

Dan dalam hadits Buraidah riwayat Muslim Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa salllam bersabda :

????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ??????? ????????? ????? ??????? ????????? ????? ?????? ???? ????????? ????????? ???? ?????????? ????????? ????? ?????? ?????? ???? ??????????????? ??????? ????? ????? ????????? ??????? ????? ???? ???????? ????? ?????????? ???? ?????? ??????? ????????? ????? ?????????? ????? ??????????? ????? ???????????? ????? ??????????? ????????? ??????? ???????? ????????? ???? ??????????????? ??????????? ????? ??????? ??????? ?????????????? ??? ??????????? ????????? ???????? ??????? ???????? ????? ????????? ????? ???????????? ?????? ??????????? ????????? ???????? ??????? ???????? ?????? ???? ??????? ?????????? ??????????? ?????? ???? ??????????? ????????? ???????? ??????? ???????? ?????? ???? ??????? ??????????? ??????? ?????????????

"Adalah Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata : "Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsil (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka".

Dan dalam hadits Al-Mughiroh bin Syu'bah riwayat Bukhary beliau berkata :

????????? ???????? ???????? ?????? ????? ???????? ??????? ????????? ???? ????????????? ?????? ??????????? ????? ???????? ???? ?????????? ???????????

"Kami diperintah oleh Rasul Rabb kami shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam untuk memerangi kalian sampai kalian menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayar Jizyah".

Kedua : Kafir Mu'ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.

Allah Jalla Dzikruhu berfirman :

????? ???????????? ?????? ?????????????? ?????? ????? ??????? ??????? ?????????????

"Maka selama mereka berlaku istiqomah terhadap kalian, hendaklah kalian berlaku istiqomah (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa". (QS. At-Taubah : 7).

Dan Allah berfirman :

?????? ????????? ??????????? ???? ?????????????? ????? ???? ????????????? ??????? ?????? ??????????? ?????????? ??????? ??????????? ?????????? ?????????? ????? ??????????? ????? ??????? ??????? ?????????????

"Kecuali orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi dari kalian sesuatu pun (dari isi perjanjian) dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kalian, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa". (QS. At-Taubah : 4).

dan Allah Jallat 'Azhomatuhu menegaskan dalam firman-Nya :

?????? ???????? ????????????? ???? ?????? ?????????? ?????????? ???? ????????? ??????????? ????????? ????????? ????????? ??? ????????? ?????? ??????????? ???????????

"Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti". (QS. At-Taubah : 12).

Dan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam hadits 'Abdullah bin 'Amr riwayat Bukhary :

???? ?????? ?????????? ???? ?????? ????????? ?????????? ??????? ????????? ???????? ???? ?????????? ???????????? ??????

"Siapa yang membunuh kafir Mu'ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun".

Ketiga : Kafir Musta'man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

?????? ?????? ???? ?????????????? ???????????? ?????????? ?????? ???????? ??????? ??????? ????? ?????????? ?????????? ?????? ??????????? ?????? ??? ???????????

"Dan jika seorang di antara kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui". (QS. At-Taubah : 6).

Dan dalam hadits 'Ali bin Abi Tholib radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam menegaskan :
??????? ??????????????? ????????? ??????? ????? ???????????

"Dzimmah (janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)". (HSR. Bukhary-Muslim).

Berkata Imam An-Nawawy rahimahullah : "Yang diinginkan dengan Dzimmah di sini adalah Aman (jaminam keamanan). Maknanya bahwa Aman kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya Aman dari seorang muslim maka haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam Amannya".


Dan dalam hadits Ummu Hani` riwayat Bukhary beliau berkata :

??? ???????? ????? ?????? ????? ??????? ??????? ??????? ??????? ???? ?????????? ??????? ???? ?????????? ??????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ??????? ????????? ???? ????????? ???? ???????? ??? ????? ???????

"Wahai Rasulullah anak ibuku (yaitu 'Ali bin Abi Tholib-pen.) menyangka bahwa ia boleh membunuh orang yang telah saya lindungi (yaitu) si Fulan bin Hubairah. Maka Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa salllam bersabda : "Kami telah lindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani`".

Keempat : Kafir Harby, yaitu kafir selain tiga di atas. Kafir jenis inilah yang disyari'atkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari'at Islam.

Demikianlah pembagian orang kafir oleh para ulama seperti syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy, syeikh Ibnu 'Utsaimin, 'Abdullah Al-Bassam dan lain-lainnya. Dan bagi yang menelaah buku-buku fiqih dari berbagai madzhab akan menemukan benarnya pembagian ini. Wallahul Musta'an.


Baca Lebih Lanjut...

Hukuman Bagi Pelaku Terorisme Dalam Syari’at Islam

Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Dalam Keputusan Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama (Lembaga Ulama Besar) No.148 tanggal 12/1/1409 H yang dimuat oleh majalah Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy edisi 2 hal.181 dan majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah edisi 24 hal.384-387, dikeluarkan keputusan dari Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dan kemudian keputusan ini disetujuhi oleh para anggota majelis seperti syeikh Ibnu Bazz, syeikh Ibnu ’Utsaimin, syeikh ’Abdul ’Aziz Alu Syeikh, syeikh Sholih Al-Fauzan, syeikh Sholih Al-Luhaidan dan 12 anggota yang lainnya.


الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ أَجْمَعِيْنَ ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدْيِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . وَبَعْدُ:


Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama dalam sidangnya yang ke-32 yang diselenggarakan di kota Thaif dari tanggal 8/1/1409 – 12/1/1409 H, berdasarkan bukti-bukti yang kuat berkaitan dengan banyaknya aksi-aksi perusakan yang telah menelan korban yang sangat banyak dari kalangan orang-orang yang tidak berdosa dan telah rusak karenanya (sesuatu yang) banyak dari harta benda, hak-hak milik maupun fasilitas-fasilitas umum baik di negeri-negeri Islam maupun yang di negeri lain yang dilakukan oleh orang-orang yang lemah atau hilang imannya dari orang-orang yang memiliki jiwa yang sakit dan dendam. Diantaranya menghancurkan rumah-rumah dan membakarnya baik tempat-tempat umum maupun yang khusus, menghancurkan jembatan-jembatan dan terowongan-terowongan, peledakan pesawat atau membajaknya. Melihat kejadian-kejadian seperti ini, beberapa negara baik yang dekat maupun yang jauh dan karena Arab Saudi sama seperti negara-negara lainnya, memiliki kemungkinan akan diserbu oleh aksi-aksi perusakan ini. Maka Majelis Hai‘ah Kibar ‘Ulama melihat sangat pentingnya untuk menetapkan hukuman bagi pelakunya sebagai langkah preventif untuk mencegah orang-orang dari melakukan gerakan perusakan baik gerakan tersebut dilakukan terhadap tempat-tempat umum dan sarana-sarana milik pemerintah maupun ditujukan kepada yang lainnya dengan tujuan untuk merusak dan mengganggu keamanan dan ketentraman.


Majelis telah meneliti apa yang disebutkan oleh para ulama bahwa hukum-hukum syari’at secara umum mewajibkan untuk menjaga 5 perkara pokok dan memperhatikan sebab-sebab yang menjaga kelestarian dan keselamatannya, yaitu : agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta. Dan Majelis telah memperoleh gambaran akan bahaya-bahaya yang sangat besar yang timbul akibat Jarimah (perbuatan keji) pelampauan batas terhadap Hurumat (hak-hak suci) kaum muslimin pada jiwa, kehormatan dan harta mereka dan apa-apa yang disebabkan oleh aksi-aksi perusakan ini berupa hilangnya rasa keamanan umum dalam negara, timbulnya kekacauan dan kegoncangan dan membuat takut kaum muslimin atas dirinya maupun harta bendanya.


Allah ‘Azza wa Jalla menjaga manusia ; agama, badan, jiwa, kehormatan, akal dan harta bendanya dengan disyari’atkannya hudud (hukum-hukum ganjaran) dan uqubah (hukuman balasan) yang akan menciptakan keamanan secara umum dan khusus.


Dan di antara yang menjelaskan hal tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :


مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا


“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (QS. Al-Ma`idah : 32).


Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :


إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ


“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik (secara bersilangan), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan bagi mereka di akhirat siksaan yang besar”. (QS. Al-Ma`idah : 33).


Dan penerapan hal tersebut merupakan jaminan untuk meratakan (menyebarkan) rasa aman dan ketentraman dan mencegah orang yang akan menjerumuskan dirinya dalam perbuatan dosa dan melampaui batas tehadap kaum muslimin pada jiwa-jiwa dan harta benda mereka. Dan jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat bahwasanya hukum muharabah (memerangi pembuat kerusakan) di kota-kota dan selainnya adalah sama, dengan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا


“Dan berupaya membuat kerusakan di muka bumi”.


Dan Allah Ta’ala berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ الْفَسَادَ“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan membinasakan tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai perusakan”. (QS. Al-Baqarah : 204-205). Dan (Allah) Ta’ala berfirman :

وَلاَ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا


“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”.(QS. Al-A’raf : 56,85).


Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala : “(Allah) telah melarang membuat kerusakan di muka bumi dan apa-apa yang membahayakannya setelah diperbaikinya karena sesungguhnya apabila perkara-perkara berjalan di atas As-Sadad (lurus dan baik) kemudian terjadi kerusakan setelah itu maka itu adalah sesuatu yang paling berbahaya atas para hamba maka (Allah) Ta’ala melarang hal tersebut”.


Dan berkata Al-Qurthuby : “(Allah) Subhanahu Wa Ta’ala melarang setiap kerusakan sedikit maupun banyak setelah perbaikan yang sedikit maupun banyak maka hal ini (berlaku)

secara umum menurut (pendapat) yang benar dari berbagai pendapat (yang ada)”.


Berdasarkan penjelasan di atas dan karena apa yang telah lalu penjelasannya melampaui perbuatan-perbuatan para perusak yang mereka itu memiliki target-target khusus dimana mereka mengejar hasilnya berupa harta benda atau kehormatan. Dan sasaran mereka (para pelaku teror itu-pen.) adalah mengganggu keamanan dan merobohkan bangunan umat dan membongkar aqidahnya dan melencengkannya dari manhaj Rabbany (manhaj yang haq).


Maka majelis dengan sepakat memutuskan (hal-hal) sebagai berikut :


Pertama : Siapa yang terbukti secara syar’i melakukan perbuatan dari perbuatan-perbuatan terorisme dan membuat kerusakan di muka bumi yang menyebabkan gangguan keamanan dan menganiaya jiwa-jiwa dan harta benda baik milik khusus maupun yang milik umum seperti menghancurkan rumah-rumah, mesjid-mesjid, sekolah-sekolah atau rumah sakit, pabrik-pabrik, jembatan-jembatan, gudang-gudang senjata, penampungan-penampungan air, fasilitas-fasilitas umum untuk baitul mal seperti saluran-saluran/pipa-pipa minyak dan menghancurkan pesawat atau membajaknya dan yang semacamnya, maka hukumannya adalah dibunuh berdasarkan kandungan ayat-ayat di atas bahwasanya perusakan di muka bumi yang seperti ini mengharuskan penumpahan darah si perusak. Dan karena bahaya dan kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan perusakan adalah lebih besar dari bahaya dan kerusakan pembegal jalanan yang melampaui batas kepada seseorang lalu membunuh dan merampas hartanya,maka Allah telah menetapkan hukumannya dalam apa yang tersebut dalam ayat Al-Harabah (QS. Al-Ma`idah : 33 di atas-pen.).


Kedua : Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman sebagaimana point di atas (yaitu dibunuh-pen), harus menyempurnakan Al-Ijra`at (urusan, administrasi) pembuktian yang lazim di Pengadilan-Pengadilan syari’at, Hai‘ah At-Tamyiz dan Mahkamah Agung dalam rangka bara`atun lidzdzimmah (pertanggungjawaban di hadapan Allah) dan kehati-hatian terhadap nyawa. Dan untuk menunjukkan bahwasanya negeri ini (Arab Saudi-pen.) terikat dengan segala ketentuan syari’at untuk membuktikan kejahatan dan menetapkan hukumannya.


Ketiga : Majelis memandang perlunya menyebarkan hukuman ini melalui media massa.


Dan salam dan shalawat semoga senantiasa terlimpahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga dan shahabatnya.


Baca Lebih Lanjut...

Sebab Musabab Munculnya Terorisme

Penulis: Al Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Pendahuluan

Sudah merupakan tabiat manusia -khususnya orang yang bergerak di bidang pemberitaan- untuk antusias menanggapi kejadian yang mengagetkan dan menggemparkan mereka. Tak ayal lagi, berbagai komentar dan pernyataan terlontar pasca kejadian-kejadian tersebut. Di antara mereka ada yang mengutuk, ada yang benci dan ada pula yang mendukung. Sejumlah analisa akan bahaya yang muncul dari perbuatan tersebut dilansir di berbagai mass media, forum diskusi, seminar dan lain-lainnya.



Ya, sangat disayangkan, kebanyakan analisa tersebut hanya menyinggung bahayanya dari apa yang ditangkap oleh kasat mata manusia tanpa menoleh kepada pandangan syari'at Islam yang begitu lengkap dalam mengungkap dampak-dampak negatif dari perbuatan-perbuatan tersebut[1]. Dan yang lebih menyedihkan lagi bahwa sangatlah sedikit di antara mereka yang menyinggung faktor-faktor penyebab yang merupakan sumber malapetaka dan musibah pada kejadian-kejadian tersebut. Mereka lupa bahwa tanpa menuntaskan sumbernya, maka malapetaka dan musibah tersebut tetap akan meninggalkan masalah dan ancaman serius di masa mendatang. Kebanyakan orang memang memahami bahwa "tiada asap tanpa api", namun sangat disayangkan bahwa pembicaraan tentang kejadian-kejadian tersebut hanya terbatas pada zhohirnya, bahayanya, gangguan terhadap manusia dan seterusnya.

Dan seorang muslim yang baik akan selalu bercermin dan mengintrospeksi dirinya pada segala musibah yang terjadi dan kemudian segera bertaubat kepada Allah Ta'¬l¬ terhadap apa-apa yang telah ia terlantarkan. Sebab tidaklah suatu musibah turun kecuali karena dosa, dan tidaklah musibah tersebut diangkat kecuali dengan bertaubat. Dan makna ini tentunya sangat banyak dalam nash-nash Al-Qur`¬n dan As-Sunnah. Diantaranya adalah firman-Nya,

"Dan apa saja yang menimpamu berupa suatu bencana, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri." (QS. An-Nis¬` : 79)

"Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka (itu) adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri." (QS. Asy-Syr¬ : 30)

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rm : 41)

Berikut ini, kami akan mencoba menyebutkan sebab-sebab pokok yang merupakan sumber pemicu munculnya aksi-aksi teror tersebut.

Dan secara umum, munculnya aksi-aksi teror tersebut kembali kepada tiga sebab pokok,

Satu : Sebab-sebab yang kembali kepada para pelaku teror itu sendiri. Baik karena kejahilannya, pemahamannya yang sesat dan semisalnya.

Dua : Sebab-sebab yang kembali kepada lingkungan masyarakat yang ia tinggal di dalamnya, yang telah bergejolak padanya berbagai kerusakan, suasa politik yang panas, ketidakpuasan dan sebagainya.

Tiga : Sebab-sebab yang kembali kepada faktor-faktor eksternal, berupa makar-makar musuh, kezholiman, penindasan dan sebagainya.

Tentunya uraian-uraian ini tidak bisa mencakup seluruh sebab munculnya terorisme karena jalan-jalan kesesatan tiada terbilang dan keadaan suatu negara atau masyarakat beraneka ragam dari sisi keagamaan, perekonomian, politik dan lain-lainnya sehingga kami hanya menyebutkan rincian sebab-sebab pokoknya saja.

Kami juga tidak menyinggung sebab-sebab terorisme yang terdapat pada orang-orang kafir sebab mereka telah dikenal dengan prilaku terorisme dari dahulu hingga sekarang, di mana kelakuan-kelakuan teror mereka tidaklah luput dari pandangan manusia yang mempunyai akal sehat.

Pembahasan ini adalah perbaikan dari dalam untuk kaum muslimin, individu maupun negara, dimana Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ telah mengingatkan,

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd : 11)

[1] Insya Allah akan ada uraian tersendiri tentang hal ini pada hal 147.

Bagian Pertama

Uraian-uraian yang akan disebutkan, adalah kami simpulkan dari berbagai jasa ulama zaman ini dalam menanggulangi masalah terorisme, baik itu berupa karya tulis, ceramah ilmiyah maupun yang lainnya.

Sebab Pertama : Jauh dari tuntunan syari'at Allah.

Menjauh dan berpaling dari syari'at Islam adalah sebab kebinasaan dan kesengsaraan. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Th￴h¬ : 123-124)

Maka meninggalkan tuntunan dan aturan agama dan tidak menerapkannya dalam kehidupan adalah sebab kesengsaraan dan kesesatan, di mana terorisme terhitung bagian dari kesengsaraan yang menimpa manusia.

Dan fenomena terjauh dari tuntunan syari'at ini nampak dalam beberapa perkara :

1. Banyaknya bid'ah dan keyakinan yang rusak sehingga melahirkan perpecahan, pertikaian dan kelompok sempalan.
2. Berpaling dari jalan Salafush Sh￴lih, bahkan mengingkari dan menentangnya.
3. Tersebarnya kemungkaran, kekejian dan maksiat serta munculnya berbagai kerusakan, bahkan kadang dalam bentuk produk yang bersegel resmi dan mendapat perlindungan.
4. Terpaut kepada semboyan-semboyan dan dasar-dasar pemikiran rusak yang kebanyakannya diekspor dari luar kaum muslimin.

Perkara-perkara di atas dan yang semisalnya semua tergolong keberpalingan dan penjauhan diri dari agama. Kalau hal itu tetap berlangsung dan tidak diadakan perubahan terhadapnya maka pasti akan menjadi jalan utama pintu terorisme.

Sebab Kedua : Jahil terhadap tuntunan syari'at dan sedikit pemahaman agama.

Kejahilan adalah penyakit dan kejelekan yang sangat berbahaya. Darinyalah lahir berbagai fitnah, kerusakan dan malapetaka.

Dari kenyataan yang ada, kita melihat berbagai aksi terorisme dengan mengatasnamakan agama, padahal kenyataannya hal tersebut muncul dari sedikitnya pemahaman terhadap agama yang benar.

Kejahilan terhadap tuntunan agama ini nampak dengan jelas pada beberapa perkara penting,

1. Jahil terhadap kaidah-kaidah syari'at, etika dan adab-adabnya. Sehingga kadang si jahil melakukan suatu perbuatan yang menurutnya adalah sebuah perbaikan dan solusi, namun ia telah menempuh jalan salah lagi sesat karena kejahilannya terhadap kaidah-kaidah agama, etika dan adab-adabnya, seperti keadaan sebagian pelaku teror yang ingin merubah kemungkaran dan mengeluarkan orang-orang kafir dari negeri kaum muslimin dengan melakukan peledakan, penghancuran tempat tinggal dan fasilitas mereka tanpa menghiraukan kaidah-kaidah syari'at tentang pembagian-pembagian orang kafir, kapan disyari'atkan melakukan peperangan terhadap mereka, dan tidak memperdulikan kaum muslimin yang menjadi korban dari perbuatan tersebut.

2. Jahil akan maksud, mashlahat dan hikmah Islam dalam syari'at yang ditetapkannya.

Memahami maksud dan hikmah-hikmah syari'at adalah suatu hal yang sangat mendasar dalam agama kita.

Berkata Ibnul Qayyim rahimahull¬h, "Sesungguhnya syari'at ini, dasar dan asasnya dibangun di atas berbagai hikmah dan kemashlahatan untuk segenap hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan (syari'at) seluruhnya adalah keadilan, seluruhnya adalah rahmat, seluruhnya adalah kemashlahatan dan seluruhnya adalah hikmah. Setiap masalah yang keluar dari keadilan menuju kesewenang-wenangan, dari rahmat kepada kebalikannya, dari mashlahat kepada mafsadat dan dari hikmat kepada hal yang sia-sia, maka tidaklah tergolang dari syari'at walau (masalah tersebut) dimasukkan ke dalam syari'at karena suatu ta`w○l (alasan lemah)." [1]

Dan kalau kita menyaksikan sejumlah aksi terorisme yang terjadi di berbagai negara kaum muslimin pada masa ini, maka nampak jelas bahwa aksi-aksi terorisme tersebut muncul dari kejahilan akan maksud dan hikmah pensyari'atan. Apakah sejalan hikmah dan keadilan syari'at sejalan dengan aksi-aksi peledakan yang telah menelan korban jiwa yang tidak bersalah bahkan juga menelan korban dari kaum muslimin?

Apakah dibenarkan dalam syari'at merusak perjanjian-perjanjian dan kehormatan kaum muslimin?

Apakah selaras dengan maksud dan tujuan syari'at mengadakan berbagai teror terhadap musuh yang tidak membuat musuh jera atau lumpuh, bahkan membuat musuh semakin lancang dan mempunyai sejuta alasan untuk melancarkan makar dan kebejatan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin!?

Apakah sejalan dengan syari'at agung ini menamakan seluruh hal di atas sebagai jihad di jalan Allah?

Tidaklah diragukan bahwa seluruh hal di atas terdapat padanya berbagai pelanggaran syari'at dan kerusakan dan sangat bertentangan dengan maksud dan hikmah dari disyari'atkannya tuntunan agama.

Berkata Al-'Izz bin 'Abdussal¬m (w. 660 H) rahimahull¬h, "Peperangan apa saja yang tidak mewujudkan kekalahan musuh maka wajib untuk ditinggalkan. Karena mempertaruhkan nyawa hanya dibolehkan dalam hal-hal yang ada mashlahat kemuliakan agama dan untuk mengalahkan musuh. Apabila hal tersebut tidak tercapai maka wajib untuk meninggalkan perang karena akan melayangkan nyawa dengan sia-sia, memuaskan hati-hati kaum kuffar, dan merendahkan kaum muslimin. Dan dengan demikian, (peperangan tersebut) hanya sekedar kerusakan semata, tiada suatu mashlahat pun dalam lembarannya." [2]

3. Jahil terhadap rincian dan uraian detail permasalahan-permasalahan agama seperti masalah jihad, ketaatan kepada penguasa, hukum seputar orang-orang kafir, pemerintahan, amar ma'ruf nahi mungkar dan sebagainya.

Dan kejahilan yang seperti ini pasti akan menyebabkan jatuhnya orang-orang tersebut dalam salah satu sumber kesesatan, yaitu mengambil sebagian dari suatu tuntunan syari'at dan meninggalkan yang lainnya. Dan fenomena yang seperti ini telah menjadi sumber pemicu fitnah dan kerusakan dari masa ke masa, termasuk pendalilan dan argumentasi para pelaku terorisme yang menamakannya sebagai jihad di jalan Allah.

Dan bahaya lain akibat kejahilan ini adalah menyibukkan diri dengan cabang-cabang permasalah dan melalaikan masalah-masalah besar yang merupakan kebaikan dan kemashlahatan umat.

Sebab Ketiga : Sikap ekstrim.

Sikap ekstrim adalah suatu hal yang tercela dalam agama sebagaimana yang telah diuraikan. Dan sikap ekstrim ini adalah sumber kerusakan dan penyimpangan.

Berkata Ibnul Qayyim rahimahull¬h, "Tidaklah Allah memerintah dengan suatu perintah kecuali syaith￴n punya dua sasaran aksi perusakan, apakah untuk menelantarkan dan menyia-nyiakan, atau untuk berlebihan dan esktrim. Dan agama Allah pertengahan antara yang menyepelekan padanya dan yang ekstrim." [3]

Dan demi Allah, tidaklah kejadian aksi-aksi peledakan tersebut muncul kecuali karena sikap ekstrim dalam menerapkan prinsip-prinsip agama.

Ekstrim dalam pengkafiran, sehingga kadang seorang pelaku dosa besar dianggap batal keislamannya oleh orang-orang tersebut.

Ekstrim dalam hal amar ma'ruf nahi mungkar sehingga banyak menjatuhkan pelakunya ke dalam jurang kesesatan dan menimbulkan berbagai problem terhadap umat.

Ekstrim dalam penegakan jihad di jalan Allah, sehingga mereka mengobarkan jihad bukan pada tempatnya yang sama sekali tidak dituntunkan dalam syari'at.

Dan tidak jarang terdengar dari sebagian orang, kelompok dan jama'ah ekstrim kalimat-kalimat berbahaya, hanya karena suatu kesalahan yang mengandung banyak kemungkinan terdengar kalimat "Ia adalah nashrany bersalib", atau karena alasan yang sangat lemah bagaikan sarang laba-laba terdengar kalimat "Pemerintah kafir beserta antek-anteknya membiarkan Amerika dan sekutunya menduduki tanah suci", atau karena tidak sepaham dan berbeda pendapat terdengar cercaan sadis terhadap ulama "Ulama penguasa, penjilat, budak dan takut kehilangan dunia", "Ulama Q￴'idn (tidak berangkat berjihad saat bendera jihad ditegakkan)".

Dan banyak lagi fenomena ekstrim yang amatlah panjang untuk diuraikan di sini.

[1] I'l¬mul Muwaqqi'○n 3/3.

[2] Qaw¬'idul Ahk¬m Fii Mash￴lihil An¬m 1/95 dengan perantara kitab Asb¬b Zhohitul Irh¬b Fil Mujtama'¬n Al-Isl¬miyah hal. 13 karya DR. 'Abdullah Al-'Amru.

[3] Mad¬rijus S¬likin 2/517.

Bagian Kedua

Sebab Keempat : Jauh dari ulama.

Sesungguhnya para ulama mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di tengah umat dan telah dipuji dan dijelaskan keutamaan mereka dalam berbagai nash ayat maupun hadits. Karena itu kita diperintah untuk merujuk kepada mereka dalam segala urusan. Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ berfirman,

"Maka bertanyalah kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tiada mengetahui." (QS. An-Nahl : 43, Al-Anbiy¬` : 7)

Pada perkara yang penting dan menyangkut kemashlahatan umat, kita diwajibkan untuk menyerahkan urusannya kepada para ulama,

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)." (QS. An-Nis¬` : 83)

Dan Rasulullah shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam menyatakan,

??????????? ???? ?????????????

"Berkah itu bersama orang-orang tua (ulama) kalian". [1]

Dan fitnah akan bermunculan apabila para ulama sudah tidak lagi dijadikan sebagai rujukan, sebagaimana yang diterangkan oleh Rasulull¬h shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam dalam sabdanya,

?????????? ????? ???????? ????????? ??????????? ????????? ??????? ?????????? ??????????? ??????? ?????????? ???????????? ??????? ?????????? ??????????? ??????? ??????????? ?????????? ??????? ??????????????? ?????? ????? ??????????????? ????? ????????? ?????????? ??????????? ???? ?????? ???????????

"Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu, (dimana) akan dibenarkan padanya orang yang berdusta dan dianggap dusta orang yang jujur, orang yang berkhianat dianggap amanah dan orang yang amanah dianggap berkhianat dan akan berbicara Ar-Ruwaibidhoh. Ditanyakan : "Siapakah Ar-Ruwaibidhoh itu?" Beliau berkata : "Orang dungu yang berbicara tentang perkara umum." [2]

Dan Rasulull¬h shollall¬hu 'alaihi wa 'al¬ ¬lihi wa sallam juga mengingatkan,

????? ????? ??? ???????? ????????? ???????????? ???????????? ???? ?????????? ???????? ???????? ????????? ???????? ???????????? ?????? ????? ???? ?????? ???????? ???????? ???????? ????????? ????????? ??????????? ??????????? ???????? ?????? ?????????? ????????????

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari para hamba akan tetapi Allah mencabutnya dengan mencabut (mewafatkan) para ulama sampai bila tidak tersisa lagi seorang alim maka manusiapun mengambil para pemimpin yang bodoh maka merekapun ditanya lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu maka sesatlah mereka lagi menyesatkan." [3]

Dan perlu kami ingatkan disini, bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahull¬h, "Mereka adalah para ahli fiqih Islam dan ucapan-ucapan mereka adalah fatwa yang berputar di tengah manusia, yang mempunyai kekhususan dalam mengambil pendalilan hukum dan sangat menjaga (berhati-hati) dalam menetapkan kaidah-kaidah halal dan haram." [4]

Dan beliau berkata, "Orang yang alim terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan perkataan para shahabat, maka dialah mujtahid (ahli ijtihad) pada perkara-perkara Naw¬zil (masalah kontemporer)." [5]

Berkata Ath-Thobary, "Mereka adalah tiang agama dalam fiqih, ilmu, perkara-perkara agama dan dunia." [6]

Berkata Adz-Dzahaby, "Ilmu bukanlah dengan banyak riwayat, akan tetapi ia adalah cahaya yang Allah lemparkan ke dalam hati. Syaratnya adalah ittib¬' (mengikuti Al-Qur`¬n dan As-Sunnah) dan lari dari hawa nafsu dan perbuatan bid'ah." [7]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan diantara sifat mereka, "Orang yang mempunyai lisan kejujuran yang merata, dimana ia disanjung dan dipuji oleh kebanyakan umat. Mereka itulah para imam petunjuk dan lentera penerang." [8]

Ingatlahナ orang-orang yang hanya punya keahlian menggetarkan mimbar-mimbar ceramah belum tentu ulama. Demikian pula orang-orang yang baru menulis satu atau dua buku, punya keahlian membicarakan masalah-masalah kekinian, lantang menentang dan menampilkan sikap, punya kelompok, partai, golongan dan seterusnya. Maka jangan salah menilai seperti keadaan banyak manusia pada zaman ini.

Juga perlu kami ingatkan bahwa banyak hal yang menyebabkan jauhnya umat dari para ulama. Di antaranya adalah jauhnya kebanyakan umat dari ilmu syar'iy dan mereka lebih sibuk dengan urasan dunia atau berkiblat kepada selain kiblat kaum muslimin. Juga banyak di antara mereka yang bersandar pada kemampuannya sendiri sehingga memahami agama hanya dengan jalur membaca sendiri (otodidak) tanpa mempedulikan penting dan perlunya memahami ilmu itu dari ulama para pewaris nabi. Sebab yang paling banyak menjerumuskan umat kita kepada penyimpangan dan keberpalingan dari para ulama adalah adanya para penyeru kepada kesesatan yang berusaha menampilkan diri sebagai tokoh-tokoh umat dan menjauhkan para pemuda dari ulamanya. Dan insya Allah kami akan lebih merinci masalah ini.

Sebab kelima : Mengikuti ideologi menyimpang.

Suatu hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa seluruh kelakuan, gerak dan perbuatannya diatur oleh pemikiran dan keyakinannya, sehingga manusia itu pasti tergiring oleh pemikirannya, baik ataupun rusak pemikiran tersebut.

Karena itu, salah satu sebab penting timbulnya terorisme adalah kerusakan dan kesesatan pemikiran serta samarnya kebenaran dari kebatilan terhadap para pelaku terorisme tersebut.

Kerusakan ideologi ini muncul karena beberapa faktor pokok,

Satu : Adanya kerancuan dalam manhajut talaqqi (metode pengambilan ilmu). Dimana orang-orang yang menyimpang dalam ideologinya tersebut mengambilnya dari sumber-sumber yang salah atau menimba ilmu dari orang-orang yang menganut pemikiran rusak atau keyakinan sesat, bukan dari alim ulama yang dikenal dengan keluasan ilmunya, keteguhan manhaj dan sebagai penasehat umat. Mereka pun kemudian melampaui batas dengan ideologinya dan larut dalam hawa nafsunya. Maka wajar kalau mereka terjerumus dalam berbagai penyimpangan dan kesesatan serta berucap atas nama Allah tanpa ilmu. Dan hasilnya, mereka akan sesat dan menyesatkan.

Dua : Mengambil nash secara tekstual tanpa fiqih yang mendalam, tidak menggunakan kaidah-kaidah pemetikan/penyimpulan hukum dari sebuah dalil dan tidak memperhitungkan pemahaman ulama dalam masalah tersebut serta tidak pernah menoleh kepada alasan-alasan manusia yang kadang jatuh dalam sebuah kesalahan karena suatu udzur syar'iy.

Perlu diketahui bahwa metodologi seperti ini sangatlah berbahaya dan merupakan sebab penyimpangan dan kesesatan yang sangat fatal. Betapa banyak kerusakan yang menggerogoti manusia dalam masalah pengkafiran terhadap kaum muslimin, menghalalkan darah-darah yang diharamkan untuk ditumpahkan dalam hukum syari'at, dan sejumlah masalah besar lainnya. Dan sangat menyedihkan karena seluruh sumber kerusakan tersebut adalah karena ideologi yang menyimpang ini.

Tiga : Perang pemikiran dan tipu daya iblis yang menjangkit di tengah umat melalui jalur para dai penyeru kepada kesesatan yang menganut berbagai bentuk penyimpangan yang bisa mendorong manusia kepada peledakan, perusakan dan seterusnya dari aksi-aksi terorisme.

Empat : Mengikuti hawa nafsu. Yaitu kadang seseorang mengetahui yang benar, namun hawa nafsu lebih mendominasi pada dirinya sehingga ia lupa pada kebenaran tersebut atau sengaja melupakannya. Dan akhirnya, ia akan mencari alasan-alasan yang membenarkan perbuatannya yang bejat.

Yang jelas, apapun faktor yang mendasari penyimpangan ideologi tersebut, tidaklah hal tersebut dibenarkan oleh syari'at, walaupun pelakunya menganggap dirinya berada di atas kebenaran. Dan Allah 'Azza wa Jalla telah mengabarkan tentang sekelompok penduduk neraka yang mendapat siksaan yang pedih, sedang mereka menganggap dirinya berada di atas kebenaran,

"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat." (QS. Al-Kahfi : 103-105)

[1] Hadits Ibnu 'Abb¬s radhiyall¬hu 'anhum¬ yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarany dalam Al-Ausath 9/no. 8991, Ibnu 'Ady dalam Al-Kamil 2/77, 5/259, Al-H¬kim 1/62, Ibnu Hibb¬n no. 559, Al-Bahaiqy dalam Syu'abul ᅫm¬n 7/463, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8/171-172, Al-Qadh¬'iy dalam Musnad Asy-Syih¬b 1/57, As-Sam'¬ny dalam Adabul Iml¬` hal. 120, Al-Khath○b 11/165 dan lain-lain. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Alb¬ny dalam Silsilah Ah¬d○ts Ash-Shoh○hah no. 1778.

[2] Hadits Abu Hurairah radhiyall¬hu 'anhu riwayat Ahmad 2/291, 338, Ibnu Majah no.4036, Al-Hakim 4/465-466, 512 dan lain-lainnya. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ah¬d○ts Ash-Shoh○hah no. 1887 dan guru kami, Syaikh Muqbil rahimahull¬h dalam kitabnya Ash-Shoh○h Al-Musnad Mimm¬ Laisa Fi Ash-Shohihain. Dan Syaikh Al-Albany menshohihkan jalan lain bagi hadits di atas dari Anas bin Malik radhiyall¬hu 'anhu. Baca Silsilah Al-Ah¬d○ts Ash-Shoh○hah no. 2253.

[3] Hadits 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiyall¬hu 'anhum¬ riwayat Al-Bukh¬ry no. 100, 7307 dan Muslim no. 2673, At-Tirmidzy no. 2657, An-Nas¬`i dalam Al-Kubr￴ 3/455 no. 5907 dan Ibnu M¬jah no. 52.

[4] I'l¬mul Muwaqqi'○n 1/18.

[5] I'l¬mul Muwaqqi'○n 4/212.

[6] J¬mi'ul Bay¬n 3/327.

[7] Siyar A'l¬mun Nubal¬` 13/323.

[8] Majm' Al-Fat¬w¬ 11/43.


Bagian Ketiga

Sebab Keenam : Hizbiyah terselubung.

Hizbiyah yang menjamur pada kelompok, yayasan, organisasi, golongan dan jama'ah-jama'ah yang menisbatkan dirinya kepada Islam adalah penyakit dan malapetaka yang sangat besar bagi siapa saja yang terjerembab ke dalamnya.

Bentuk-bentuk hizbiyah yang pondasinya dibangun di atas dasar perselisihan dan perpecahan, keluar dari jama'ah kaum muslimin dan membangun ikatan loyalitas untuk dirinya, kelompok atau jama'ahnya adalah suatu hal yang tercela dalam Al-Qur`¬n dan As-Sunnah. Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ berfirman,

"Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." (QS. ᅡli Imr¬n : 105)

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa." (QS. Al-An'¬m : 153)

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa." (QS. Al-An'¬m : 159)

"Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar-Rm : 31-32)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahull¬h, "Tidaklah boleh bagi para guru untuk membuat manusia berkelompok-kelompok dan berbuat apa-apa yang menyebabkan terjadinya permusuhan dan kebencian, bahkan hendaknya mereka seperti sesama saudara yang tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan." [1]

Syaikh Ibnu B¬z rahimahull¬h menyatakan, "Dan dari hal yang tidak diragukan lagi bahwa banyaknya kelompok-kelompok dan jama'ah-jama'ah dalam masyarakat Islam termasuk hal yang syaith￴n sangat bersemangat terhadapnya -pertama- dan -kedua- oleh musuh-musuh Islam." [2]

Dan Syaikh Al-Alb¬ny rahimahull¬h mengingatkan, "Tidaklah luput dari setiap muslim yang mengetahui Al-Kit¬b dan As-Sunnah serta apa-apa yang para salaf yang sholih radhiyall¬hu 'anhum berada di atasnya bahwa hizbiyah dan pengelompokan pada jama'ah-jama'ah yang -pertama- mereka beraneka ragam pemikirannya, kemudian -kedua- beraneka ragam manhaj dan uslubnya adalah sama sekali bukan dari Islam, bahkan hal tersebut termasuk perkara yang dilarang oleh Rabb kita 'Azza wa Jalla dalam banyak ayat dari Al-Qur`¬n Al-Kar○m." [3]

Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaim○n rahimahull¬h, "Berbilangnya jama'ah-jama'ah adalah fenomena yang sakit, bukan fenomena yang sehat. Dan yang saya pandang, hendaknya umat Islam menjadi kelompok yang satu (saja), mengacu kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulull¬h-Nya shollall¬hu 'alaihi wa sallam." [4]

Dan guru kami, Syaikh Sh￴lih Al-Fauz¬n hafizhohull¬h berkata, "Maka jama'ah-jama'ah dan perpecahan di alam Islam yang terjadi pada hari ini tidaklah dibenarkan oleh agama Islam, bahkan (Islam) melarang hal tersebut dengan larangan yang sangat keras dan memerintah untuk bersatu di atas 'aqidah tauhid dan manhaj Islam sebagai satu jama'ah dan satu umat, sebagaimana yang Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ perintahkan kepada kita. Adapun perpecahan dan berbilangnya jama'ah, itu hanyalah tipu daya syaith￴n jin dan manusia terhadap umat ini." [5]

Dan Syaikh Rab○' bin H¬di Al-Madkhaly hafizhohull¬h menyatakan, "Maka secara global, ulama Islam dan ulama Sunnah yang terdahulu dan yang belakangan tidaklah membolehkan perpecahan ini, tidak pula (membolehkan) hizbiyah ini, dan tidak pula (membolehkan) jama'ah-jama'ah yang beraneka ragam manhaj dan keyakinannya ini. Karena Allah telah mengharamkan hal tersebut, demikian pula Rasulull¬h shollall¬hu 'alaihi wa sallam. Dan dalil-dalil (tentang hal tersebut) sangatlah banyak." [6]

Suatu perkara yang terselubung hanyalah menunjukkan jeleknya perkara tersebut, demikian pula halnya hizbiyah yang terselubung. Berkata 'Umar bin 'Abdul 'Az○z (w. 101 H) rahimahull¬h, "Apabila engkau melihat suatu kaum yang berbisik-bisik tentang suatu masalah agama tanpa khalayak umum, maka ketahuilah bahwa mereka sedang merintis suatu kesesatan." [7]

Dan manhaj hizbiyah yang terselubung ini sangat berpotensi untuk melahirkan berbagai bentuk sikap ekstrim dan berlebihan yang akan berakhir kepada terorisme dan peledakan.

Berikut penjelasan bahwa hizbiyah terselubung ini adalah salah satu sebab terorisme pada masa dahulu, terlebih lagi pada masa sekarang.

[1] Majm' Fat¬w¬ 28/15-16.

[2] Majm' Fat¬w¬ wa Maq¬l¬t Mutanawwi'ah 5/204.

[3] Fat¬w¬ Syaikh Al-Alb¬ny hal. 106.

[4] Ash-Shohwah Al-Islamiyah hal. 155.

[5] Sebagaimana dalam kitab Jam¬'ah W¬hih Laa Jam¬'¬t hal. 184.

[6] Jam¬'ah W¬hih Laa Jam¬'¬t hal. 184. Nukilan ini dan beberapa nukilan sebelumnya melalui perantara makalah Sam○r Al-Mabhh dengan judul "Firra Minal Hizbiyah Fir¬raka Minal Asad."

[7] Riwayat Ahmad dalam Az-Zuhud 1/289, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 5/338 dan Al-L¬lak¬`iy 1/135. Dan riwayat Al-Auz¬'iy dari 'Umar bin 'Abdul 'Az○z ada keterputusan.

Bagian Keempat

Sebab Ketujuh : Tersebarnya buku-buku yang memuat ideologi terorisme.

Perlu diketahui bahwa para penganut pemikiran menyimpang sangat antusias untuk melariskan pemikiran dan racun mereka dalam segala kesempatan. Dan penulisan buku-buku agama termasuk sarana yang sangat mereka manfaatkan dalam hal tersebut, walaupun kami perlu ingatkan bahwa buku-buku para ulama kita yang terdahulu lebih dari cukup untuk menjelaskan segala titik masalah agama yang pasti dibutuhkan oleh manusia. Juga harus kita akui bahwa pemahaman keliru yang terdapat dalam sebuah buku kadang bersumber dari kesalahan pribadi dari sang penulis tanpa ada maksud jelek dari sang penulis tersebut. Namun kebenaranlah yang harus diucapkan dan diterima, dan kebatilan harus ditolak, siapapun pembawanya, setelah nampak dari nash-nash syari'at akan kebatilan dan kesalahannya.

Berikut ini, kami akan menyebutkan sejumlah penulis buku-buku yang sangat berbahaya. dan tentunya kami tidak mungkin dapat menyebutkan seluruhnya, karena hal tersebut butuh penelitian yang lebih detail. Tapi cukuplah di sini kami sebutkan sejumlah okoh-tokoh yang merupakan rujukan para teroris.

1. Buku-buku Sayyid Quthub. Dan mungkin telah jelas dari keterangan-keterangan yang telah lalu bahwa Sayyid termasuk sumber terorisme pada zaman ini. Diantara buku-bukunya yang sangat berbahaya adalah : Kitab tafsirnya Fii Zhil¬lil Qur`¬n yang telah dicetak dan diterjemah dalam edisi lux dengan berbahasa Indonesia, Kutubun wa Syakhshiy¬tun, Al-'Ad¬lah Al-Ijtim¬'iyyah, Ma'¬lim Fit Thor○q dan lain-lainnya.
2. Buku-buku Abul A'la Al-Maududi.
3. Buku-buku Hasan Al-Bann¬.
4. Buku-buku Sa'id Haww¬.
5. Buku-buku At-Tilmis¬ny.
6. Buku-buku Hasan At-Tur¬by.
7. Buku-buku Ahmad Muhammad Ar-Rasyid (nama haraki dan bukan nama aslinya).
8. Buku-buku Muhammad Quthub.
9. Buku-buku Abu Muhammad Al-Maqdasy.
10. Buku-buku Abu Qotadah Al-Filisthiny.
11. Buku-buku, kaset dan selebaran Muhammad Surur dan para pengekornya seperti Salman Al-'Audah, Safar Al-Haw¬ly, 'ᅡidh Al-Qarny, N¬shir Al-'Umar dan lain-lainnya.
12. Ceramah-ceramah, surat-surat dan seruan Usamah bin L¬din.

Sebab Kedelapan : Mengikuti semangat belaka.

Punya semangat dalam membela agama Allah dan marah ketika melihat pelanggaran terhadap perintah dan larangan Allah adalah suatu hal yang terpuji dalam syari'at. Namun hal tersebut terpuji bila semangatnya disertai dengan hikmah, fiqih dan ilmu agama yang mendalam serta memperhatikan seluruh kaidah-kaidah syari'at dalam mempertimbangkan mashlahat dan mafsadat.

Adapun sekedar semangat belaka tanpa disertai dengan hal-hal yang tersebut di atas atau sebagian darinya, maka hal tersebut akan mengantar kepada perbuatan ekstrim, perusakan dan terorisme. Dan semangat yang seperti ini tidak akan membawa kebaikan untuk kaum muslimin dalam perkara dunia maupun perkara agama mereka.

Sebab Kesembilan : Makar musuh-musuh Islam.

Permusuhan antara yang haq dan yang batil adalah suatu hal yang telah berlangsung dari dahulu, dan terus berlanjut hingga akhir zaman. Hal tersebut telah disebutkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam berbagai ayat. Diantaranya adalah firman Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬,

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kalian hingga kalian mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah : 120)

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran)." (QS. Al-Baqarah : 217)

Dan tidak diragukan bahwa musuh-musuh agama memiliki andil yang sangat besar dalam memunculkan terorisme, memberi contoh, mendidik, dan memanfaatkan sebahagian orang untuk melakukan aksi-aksi terorisme tersebut. Dan telah terbukti pada sebagian negara yang padanya terjadi peledakan, setelah diusut, ternyata pelaku adalah orang yang dibayar oleh Amerika.

Sebab Kesepuluh : Tidak diterapkannya hukum Allah pada kebanyakan negeri Islam.

Allah telah menciptakan makhluk dengan hikmah agar mereka beribadah kepada Allah,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dz¬riy¬t : 56)

Dan Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk menegakkan agama-Nya dan menjalankan syari'at-Nya,

"Kemudian Kami jadikan kalian berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kalian ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. Al-J¬tsiah : 18)

Dan termasuk konsekwensi ibadah dan komitmen mengikuti syari'at adalah tunduk dalam beribadah kepada-Nya dan berserah diri kepada hukum dan ketentuannya,

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata." (QS. Al-Ahz¬b : 36)

Allah Subh¬nahu wa Ta'¬l¬ yang menciptakan langit dan bumi, manusia dan seluruh makhluk yang ada padanya. Maka tentunya Allah jualah yang lebih mengetahui alternatif yang terbaik bagi mereka dalam mengarungi samudra kehidupannya.

"Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu nampakkan dan rahasiakan); padahal Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?." (QS. Al-Mulk : 14)

Dan Allah Jalla Jal¬luhu tidak meridhoi hukum bagi manusia kecuali hukum-Nya,

"Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS.An-Nis¬` : 65)

Maka tidaklah diragukan lagi, bahwa pada saat manusia menjadikan selain hukum Allah sebagai pedoman, akan terjadi berbagai kerusakan dan malapetaka bagi manusia dan akan menyeret manusia untuk melakukan sikap ekstrim dan melampaui batas sehingga wajarlah kalau lahir hal-hal yang tidak terpuji dibelakangnya seperti aksi-aksi terorisme dan selainnya.

Bagian Kelima

Sebab Kesebelas : Paham Khawarij.

Untuk menjelaskan tentang Khawarij, dibutuhkan pembahasan yang meluas dan mendetail karena pentingnya masalah ini dan banyaknya kerusakan yang terjadi kerena paham Khawarij ini. Khawarij yang merupakan "Sejelek-jelek makhluk", "Anjing-anjing Neraka", "Mereka keluar dari agama sebagaiman keluarnya anak panah dari sasarannya", "Mereka membunuh penganut Islam dan membiarkan penyembah patung", dan lain-lainnya dari pensifatan mereka yang disebutkan dalam sejumlah hadits yang shoh○h. Semoga Allah memberi umur dan kesempatan untuk mengumpul suatu pembahasan lengkap tentang hal ini di masa mendatang.

Namun di sini kami akan mengetengahkan beberapa ciri pokok paham Khawarij sehingga dapat diketahui bahayanya dan dijauhi.

1. Pembangkangan dan pemberontakan terhadap para peguasa muslim, dan tidak ta'at kepadanya walaupun dalam hal yang ma'ruf.
2. Mengkafirkan pelaku dosa besar.
3. Memanas-manasi hati masyarakat untuk benci kepada penguasa dengan menyebutkan kejelekan mereka dan mencercanya.
4. Mengkafirkan secara mutlak orang yang tidak berhukum dengan selain hukum Allah.
5. Mengkafirkan pemerintah dengan alasan ia menelantarkan jihad.
6. Peledakan dan pengeboman.
7. Membolehkan membunuh aparat pemerintah.

Sebab Kedua Belas : Kerusakan media massa.

Media massa pada masa ini terhitung sarana yang paling banyak memberikan pengaruh kepada pemikiran manusia, akhlak dan kehidupannya. Besarnya peluang bisnis yang dikejar dibelakang pemberitaan tersebut dan kecenderungan kebanyakan manusia untuk mendengar atau menyaksikan hal-hal yang baru dan berkembang sehingga sangatlah wajar bila munusia sedemikian cepat terpengaruh oleh pemberitaan-pemberitaan tersebut.

Asal yang diinginkan dari pemberitaan mass media adalah mengetengahkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia sesuai dengan fakta dan data yang dapat dipertanggung jawabkan. Namun sangat disayangkan bahwa kenyataan yang ada sangat bertolak belakang dengan maksud tersebut. Kita melihat pada kebanyakan pemberitaan mass media telah menjadi tunggangan syaithon dalam menyebarkan fitnah, kesesatan, kerusakan di tengah manusia.

Pada zaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa 'alaa aalihi wa sallam tersebar kabar bahwa beliau telah mentalak istri-istrinya, yang seharusnya berita yang belum jelas seperti itu tidaklah tersebar. Maka turunlah teguran ayat terhadap hal tersebut[1],

"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antara kalian)." (QS. An-Nis¬` : 83)

Kalau berita tentang benar atau tidaknya Nabi shollallaahu 'alaihi wa sallam mentalak istri-istrinya harus dikembalikan kepada orang-orang berwenang dari kalangan ulama dan umara, maka tentunya masalah-masalah yang lebih besar dari itu -khususnya yang berkaitan dengan darah, kepentingan umum dan sebagainya- lebih patut hanya dikembalikan kepada pihak-pihak yang berwenang.

Dan kenyataan yang terjadi pada pemberitaan kebanyakan mass media adalah mencampuri hal-hal yang bukan urusannya dan memberitakan berbagai perkara yang sebenarnya masih sangat perlu untuk dibahas, apakah pantas untuk diberitakan?, apakah tidak akan menimbulkan keresahan umum?, dan sebagainya.

Dan pemberitaan yang mengangkut masalah kriminal yang banyak dilansir di berbagai mass media, sangat disayangkan karena hal tersebut telah menjadi pendidikan dan kursus bagi masyarakat umum untuk mengetahui dan mendalami cara-cara melakukan kriminal tersebut.

Belum lagi berbagai kerusakan yang terjadi akibat pemberitaan yang mengandung perusakan 'Aqidah, moral, akhlak, kehormatan, budi pekerti luhur dan lain-lainnya.

Maka seluruh perkara di atas dan hal-hal yang belum sempat tercatat disini sangatlah berpotensi untuk melahirkan berbagai sikap ekstrim, melampaui batas dan aksi-aksi terorisme.

Sebab Ketiga Belas : Diletakkannya berbagai rintangan terhadap dakwah yang haq.

Tidaklah diragukan bahwa dakwah benar yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta pemahaman ulama salaf akan mengajak manusia kepada agama mereka yang lurus dan mensucikan agama dari segala noda sikap ekstrim, berlebihan dan melampaui batas. Maka memunculkan rintangan terhadap dakwah yang benar seperti tuduhan-tuduhan jelek yang tertuju pada umat Islam secara umum, atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyudutkan umat Islam dan sebagainya akan menyebabkan munculnya terorisme. Bahkan hal tersebut adalah sarana yang terbaik dalam menampakkan terorisme dan mempermudah jalannya guna merusak manusia. Sebab setiap perkara pasti berputar antara dua hal, di atas kebenaran atau di atas kebatilan. Maka kapan sisi kebenaran melemah, pasti sisi kebatilan yang akan menonjol dan demikian pula sebaliknya. Allah Ta'¬l¬ berfirman,

"Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan." (QS. Ynus : 32)

[1] Baca kisahnya dalam hadits Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma riwayat Al-Bukhary no. 2468, 4913, 5191 dan Muslim no. 1479.


Baca Lebih Lanjut...
 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

AHLUSSUNNAH © Template Design by Herro | Publisher : Templatemu